Mantan Plt Sekwan DPRD Riau Keberatan

Mantan Plt Sekwan DPRD Riau Keberatan

Riaumandiri.co - Tengku Fauzan Tambusai didakwa melakukan rasuah yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 miliar lebih. Atas dakwaan itu, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi Riau itu menyatakan keberatan.

Demikian terungkap pada sidang perdana kasus dugaan korupsi anggaran Sekretariat DPRD Riau yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (11/9). Adapun agenda sidang adalah pembacaan surat dakwaan di hadapan majelis hakim yang diketuai Jimmi Maruli.

"Dakwaan dibacakan Bu Dewi Shinta Dame Siahaan dan Yuliana Sari selaku Penuntut Umum," ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pekanbaru, Marcos MM Simaremare melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus), Rionov Oktana Sembiring.


Dalam dakwaannya, kata Rionov, JPU menyatakan bahwa Tengku Fauzan telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2.332.826.140. Atas hal itu, Tengku Fauzan yang pernah menjabat Kepala Dinas Pendidikan Riau, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atas dakwaan itu, Tengku Fauzan menyatakan keberatan dan akan menyampaikan eksepsi pada sidang berikutnya. "Sidang akan dilanjutkan pekan depan. Agendanya eksepsi," pungkas Rionov.

Tengku Fauzan ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pada Rabu (15/5) lalu. Di hari yang sama, dilakukan penahanan terhadap yang bersangkutan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

Adapun modus yang dilakukan tersangka, ketika menjabat Plt Sekretaris DPRD Riau, yang bersangkutan memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen pertanggungjawaban kegiatan perjalanan dinas periode September - Desember 2022 di Sekretariat DPRD Riau.

Di antaranya, nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, nota pencairan perjalanan dinas, surat perintah pemindahan buku dana overbook, tiket transportasi, boarding pass, dan bill hotel.

Setelah semua dokumen terkumpul, tersangka selaku Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban tersebut dan memerintahkan K selaku pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan MAS selaku bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau tanpa melalui verifikasi EN selaku Kasubbag atau Koordinator Verifikasi.

Setelah uang kegiatan perjalanan dinas masuk ke rekening pegawai yang namanya dicatut atau dipakai dalam perjalanan dinas fiktif tersebut, setiap pencairan dilakukan pemotongan sebesar Rp1,5 juta dan diberikan kepada nama-nama pegawai yang dimaksud, sebagai upah tanda tangan.

Selebihnya uang pencairan perjalanan dinas fiktif tersebut total Rp2,8 miliar lebih, setelah diberikan sebagian pencairan kepada nama-nama yang dicatut tersebut, menjadi Rp2,3 miliar lebih, diterima oleh tersangka yang digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka, bukan untuk kepentingan perjalan dinas yang belum dibayarkan, namun anggarannya tidak ada.

Perbuatan tersangka bertentangan dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

Dimana, tersangka diduga mengambil uang yang bersumber dari APBD Provinsi Riau kepada Sekretariat DPRD Riau dengan total Rp2,3 miliar lebih.