Komisi X DPR RI: Sistem Zonasi dalam PPDB Harus Dievaluasi
RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyoroti isu sistem zonasi dalam kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Dirinya menilai sistem zonasi yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) ini membuat para pelajar kesulitan memperoleh akses pendidikan yang layak.
Jika dibiarkan tanpa solusi, ujarnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, terutama Kemendikbudristek akan semakin menurun. Tidak hanya itu saja, ia khawatir pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia tidak akan terjadi.
"Jangan persulit anak-anak kita untuk dapat sekolah. Sistem zonasi ini saya kira harus dievaluasi supaya masalah-masalah yang terjadi pada PPDB tidak terulang terus-terusan," tutur Fikri dalam agenda kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR di Kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, Senin (25/8/2024).
Sebagai informasi, PPDB merupakan bagian dari Merdeka Belajar episode pertama. Pada awalnya, PPDB ini dengan tujuan untuk memudahkan para pelajar memperoleh kemudahan terhadap akses pendidikan dengan meniadakan sekolah favorit.
Akan tetapi, seiring implementasinya berjalan, penerapan PPDB melahirkan sejumlah persoalan, satu di antaranya akibat sistem zonasi. Sistem ini membuat sistem zonasi dalam PPDB menyebabkan sejumlah orangtua melakukan migrasi domisili dengan cara memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.
Perilaku yang dilakukan oleh orang tua ini menunjukkan bahwa kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Selain itu, adanya kesenjangan daya tampung sekolah yang berada di wilayah perkotaan dan wilayah daerah. Terakhir, sistem zonasi mendoronga terjadinya praktik pungli, yaitu jual beli kursi bagi pelajar titipan.
Deretan permasalahan ini mengakibatkan Kemendikbudristek harus mengubah peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) terkait PPDB sebanyak 5 (lima) kali.
Perubahan tersebut mulai dari Permendikbud No.17/2017, diubah dengan Permendikbud No.14/2018, diubah dengan Permendikbud No.51/2018, diubah dengan Permendikbud No.20/2019, diubah dengan Permendikbud No.44/2019, dan terakhir diubah dengan Permendikbudristek No.1/2021. (*)