HUT RI ke-79, Akademisi: Masyarakat Hukum Adat Belum Dapatkan Pengakuan

HUT RI ke-79, Akademisi: Masyarakat Hukum Adat Belum Dapatkan Pengakuan

Riaumandiri.co - 79 Tahun Indonesia merdeka, Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Riau belum mendapat pengakuan dari Pemerintah Pusat dan Daerah.

Akademisi Fakultas Hukum UNRI, Zainul Akmal menilai padahal negara sudah memberikan kepastian hukum dalam UUD 1945. 

"Pertama Pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya; Kedua kewenangan pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan; dan Ketiga Otonomi Daerah, sehingga pemerintah daerah bisa membentuk instrumen hukum berupa Peraturan Daerah tentang Penetapan Masyarakat Hukum Adat," ujarnyanys, Sabtu (17/8). 


MHA di Riau sampai saat ini keberadaan tetap eksis. Berbagai puak suku melayu termasuk Melayu Tua, seperti Talang Mamak, Bonai, Sakai, Laut dan Akit, tetap menjalankan adat istiadatnya, "Berbagai upacara adat masih banyak dijumpai. Setiap tahun atau momen tertentu, maka upacara adat bisa dinikmati," sambung Akmal.

Tidak adanya Instrumen hukum di daerah tentang pengakuan MHA berakibat terhadap pemenuhan hak-hak tradisionalnya diabaikan. Bahkan sebagian MHA yang melaksanakan hak tradisionalnya mendapatkan perlakuan yang buruk dalam proses penegakan hukum. Pada konflik lahan, antara MHA dengan perusahaan, MHA selalu menjadi pihak yang lemah. 

Cara berfikir penegak hukum yang perlu diperbaiki, berakibat terhadap pemidanaan MHA.

Alam Riau semakin di ekploitasi, namun MHA dapat apa? 

Kontestasi politik dalam pemilihan kepala daerah belum ada terlihat janji politik yang akan berpihak terhadap pengakuan MHA. Bagaimana mungkin negara akan memenuhi hak-hak tradisional MHA, padahal Instrumen hukum dalam bentuk Undang-Undang dan Peraturan Daerah tidak ada. 

Baik perpolitikan nasional dan daerah sama-sama tidak menunjukkan iktikad baik terhadap MHA. Dalam negara hukum, peraturan adalah langkah pertama dalam memenuhi hak-hak tradisional MHA.

Kedepannya dalam proses pesta demokrasi di Riau, diharapkan Visi dan misi Calon Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten serta Kota menunjukkan keberpihakan terhadap MHA. 

Hal ini juga akan menjadi bukti iktikad baik pemerintah daerah terhadap MHA.

Ditarik pada sejarah, tanggal 23 Desember 1994, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Resolusi 49/214 menetapkan 9 Agustus sebagai Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia atau International Day of the World's Indigenous Peoples. 

Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia ini menjadi salah satu bentuk penghormatan dan pelestarian adat yang telah turun-temurun di seluruh dunia.

Selain itu juga sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak populasi masyarakat adat.

Lebih lanjut pada 13 September 2007, Majelis Umum PBB mengesahkan United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP) atau Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat.

Deklarasi ini mengakui adanya kebutuhan yang mendesak untuk menghormati dan memajukan hak-hak yang melekat pada masyarakat adat, yang berasal dari politik, ekonomi, struktur sosial dan budaya mereka, tradisi-tradisi keagamaan, sejarah-sejarah dan filsafat-filsafat mereka, khususnya hak-hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya mereka. 

Bahkan pada Pasal 31 UNDRIP terdapat penekanan bahwa masyarakat adat dapat melindungi warisan budaya dan aspek-aspek budaya dan tradisi mereka lainnya, yang sangat penting dalam melestarikan warisan mereka.