Terkait BPIP Larang Paskibraka Berhijab, Akademisi: Cabut Larangan Intoleransi
Riaumandiri.co - Viral Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dikritik habis-habisan oleh sejumlah pihak buntut aturan pelepasan jilbab bagi Paskibraka putri saat upacara Pengukuhan dan Kenegaraan Pengibaran Bendera 17 Agustus.
Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menyebut terdapat 18 anggota Paskibraka yang memakai jilbab. Akan tetapi, tak ada satupun yang terlihat berjilbab saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) Kalimantan Timur, Selasa (13/8).
Hal itu ditanggapi Akademisi atau dosen Kewarganegaraan, Elwira Handayani, ia menyebut aturan yang bersifat intoleransi tersebut dicabut agar tidak menimbulkan konflik antar umat beragama maupun masyarakat lainnya.
"Aturannya ini harus dicabut, karena bisa menimbulkan konflik di masyarakat," sebutnya.
Bilapun aturan BPIP tersebut tidak dicabut setidaknya BPIP melakukan perubahan dan disosialisasikan kepada masyarakat. "Bilapun tidak dicabut, setidak nya di rubah,dan setelah perubahan, langsung disosialisasikan kembali ke masyarakat,"
Penggunaan hijab maupun atribut yang melekat sebagai simbol keyakinan dan bagian dari pengamalan nilai Pancasila. "Hijab itu kan keyakinan kita masing-masing, jadi itu hak dia itu," katanya.
BPIP harusnya lebih cermat dalam pengambilan keputusan untuk melarang penggunaan hijab, lantaran hal itu merupakan bagian dari Sila Pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
"Pengamalan Sila pertama Pancasila itu kan disebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya setiap orang bebas beragama dan berkeyakinan," ujar Yani sapaan akrabnya.
Akademisi itu membuka Peraturan BPIP Nomor 4 tahun 2022 tentang indikator Nilai Pancasila.
Pada point Sila pertama telah dinyatakan bahwa kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang dibentuk untuk memberikan perlindungan dan penghormatan kepada setiap orang untuk percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing secara berkeadaban.
Hal tersebut memiliki indikator yaitu kebijakan dan Peraturan perundang-undangan menjamin bangsa Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Kemudian Kebijakan dan Peraturan perundang-undangan menjamin setiap warga negara dapat mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya.
Lalu, Kebijakan dan Peraturan perundang-undanganmenjamin kebebasan dan penghormatan bagi setiap pemeluk agama dan penganut kepercayaan untuk beribadah melaksanakan kewajiban agama dan kepercayaannya.
Pernyataan BPIP yang beralasan bahwa Paskibraka tersebut diatur dengan seragam, Yani menilai silahkan saja BPIP punya aturan tersendiri.
Namun BPIP harus mengakomodir muslim untuk berhijab, karena setiap orang punya keyakinan yang berbeda. "Mereka (BPIP) silahkan menerbitkan seragam, tapi tentunya harus mengakomodir anggota nya yang muslim juga," katanya.
Terkait kebudayaan Indonesia yang masih adanya tidak menggunakan hijab, Yani menjelaskan bahwa budaya dengan agama agak sulit untuk disatukan, lantaran tentu menjadi dan ada koridor nya tersendiri.
"Budaya kita ini kan semuanya peninggalan Hindia Belanda, jadi belum masuk Islam lagi, Wali Songo itu bahkan beradaptasi dengan kebudayaan saat itu agar Islam masuk," katanya.
Solusi yang diberikan yakninya saling menghargai dan berkomunikasi agar tidak salah paham terkait permasalahan yang menyangkut kebudayaan dan keagamaan.
"Harus komunikasi, saling menghargai, kalau misalnya hijab itu menganggu, carikan solusinya, tapi selama ini tidak ada menganggu, jadi pakai aja," lanjut Yani.
Ia mendukung sikap Provinsi Aceh apabila tetap menarik Paskibraka nya jika aturan tersebut masih belum berubah. "Kalau saya secara pribadi mendukung ya, karena itu hak mereka," lanjutnya.
Konsep Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” menyatakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan cerminan keseimbangan antara unsur perbedaan yang menjadi ciri keanekaan dengan unsur kesamaan yang menjadi ciri kesatuan.
Jika pada mulanya Bhinneka Tunggal Ika dipakai untuk menyatakan semangat toleransi keagaaman antar umat beragama.
Setelah dijadikan semboyan bangsa Indonesia, konteks “Bhinneka” atau perbedaannya menjadi lebih luas, tidak hanya berbeda agama saja tapi juga suku, bahasa, ras, golongan, budaya, adat istiadat bahkan bisa ditarik kedalam perbedaan dalam lingkup yang lebih kecil seperti perbedaan pendapat, pikiran/ide, kesukaannya.