Memacu Konektivitas, Menimbang Keberlanjutan

Memacu Konektivitas, Menimbang Keberlanjutan

Rampungnya pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang sepanjang 40 kilometer oleh PT Hutama Karya (Persero) merupakan langkah signifikan dalam memperkuat konektivitas di Provinsi Riau.

Proyek ini, sebagai bagian dari Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS), menjanjikan berbagai manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat. Namun, di balik pencapaian ini, terdapat beberapa aspek kritis yang perlu diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan dan dampak positif jangka panjang.

Pertama, penggunaan teknologi digital construction seperti Building Information Modelling (BIM) patut diapresiasi. Ini menunjukkan komitmen terhadap efisiensi dan keselamatan kerja. Namun, penting untuk memastikan bahwa adopsi teknologi ini tidak hanya berhenti pada tahap konstruksi, tetapi juga diterapkan dalam operasional dan pemeliharaan jalan tol ke depannya.

Kedua, proses pengadaan lahan yang melewati kawasan hutan memunculkan tantangan tersendiri. Meskipun telah mengikuti prosedur yang berlaku, perlu ada evaluasi mendalam tentang dampak ekologis jangka panjang. Hutama Karya harus transparan dalam mempublikasikan studi dampak lingkungan dan rencana mitigasinya, serta melibatkan pengawasan independen untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan.

Ketiga, penerapan prinsip Environment, Social, Governance (ESG) dan green infrastructure adalah langkah positif. Namun, implementasinya harus konsisten dan terukur. Diperlukan laporan berkala yang dapat diakses publik mengenai pencapaian target-target ESG, termasuk pengurangan emisi karbon, pengelolaan limbah, dan pelestarian keanekaragaman hayati di sepanjang koridor jalan tol.

Keempat, manfaat ekonomi yang dijanjikan, seperti penyerapan tenaga kerja dan peningkatan akses pariwisata, perlu didukung dengan program-program konkret. Pemerintah daerah dan Hutama Karya sebaiknya berkolaborasi dalam menyusun rencana pengembangan ekonomi lokal yang terintegrasi dengan keberadaan jalan tol ini.

Terakhir, meski fokus pada pembangunan infrastruktur penting, perlu ada keseimbangan dengan pengembangan moda transportasi publik yang lebih ramah lingkungan. Jalan tol seharusnya menjadi bagian dari sistem transportasi yang lebih luas dan berkelanjutan, bukan solusi tunggal untuk masalah konektivitas.

Keberhasilan pembangunan Jalan Tol Pekanbaru-Bangkinang harus dilihat tidak hanya dari aspek fisik dan ekonomi jangka pendek, tetapi juga dari sudut pandang keberlanjutan lingkungan dan sosial jangka panjang.

Hutama Karya dan pemerintah perlu terus mengevaluasi dan meningkatkan standar pelaksanaan proyek infrastruktur, sehingga pembangunan yang dilakukan benar-benar membawa kemajuan yang seimbang dan berkelanjutan bagi masyarakat Riau dan Indonesia secara keseluruhan.***