Industri Tekstil Babak Belur Dihajar Produk Impor Berharga Murah
RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengaku naik tensi lantaran mendengar kondisi industri tekstil yang babak belur lantaran banjirnya produk impor di Tanah Air.
“Terus terang saya mendengar paparan ibu, saya stress. Saya stres cemas karena saya tidak menyangka industri tekstil kita begitu lemah. Ketergantungan pada impor begitu besar. Ketidakmampuan kita menangkal impor yang kalah bersaing dengan produk dalam negeri,” ujar Eddy dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII dengan Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024).
Eddy juga mengaku miris lantaran Indonesia yang memiliki pasar yang luas namun yang menguasai malah negara asing.
“Kita kalah bersaing karena impor begitu murah harganya. Dan daya saing kita juga lemah. Saya stres karena kita yang punya pasar tapi orang lain yang menguasai terus terus menerus,” kata politisi PAN ini.
Hal ini juga diamini oleh anggota Komisi VII DPR RI, Nasril Bahar. Dia mengaku miris mendengar kondisi tekstil saat ini. Dia pun membandingkan kondisi tekstil saat ini jauh lebih merosot dengan kondisi tekstil di era zaman Orde Baru. “Zaman Orde Baru Suharto itu cukup baik, nah sekarang lompatannya itu menurun, bukan cukup baik,” katanya.
Oleh sebab itu dia berharap, agar pemerintah bisa fokus dalam menentukan kebijakan yang tepat.
“Fokus dalam menentukan kebijakan terhadap perkembangan dan kemajuan industri kita. Jangan terlalu fokus sama yang terlalu tinggi tapi yang di bawah berantakan,” pungkasnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut regulasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor telah membawa masalah besar bagi produk industri dalam negeri, yaitu membanjirnya produk impor dengan harga murah, sehingga tidak mampu diimbangi oleh produk lokal.
Adanya Permendag No 8/2024 tersebut, jelas Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yunita, mengakibatkan naiknya volume impor tekstil secara signifikan. Naik pada bulan Mei 2024 menjadi 194.870 ton dari semula 136.360 ton pada April 2024. Imbasnya, ada 11.000 orang yang harus dirumahkan alias di-PHK buntut banyaknya pabrik tekstil yang tutup dampak diberlakukannya Permendag 8/2024. (*)