Alihkan Kuota Reguler ke Haji Plus, Politisi PKB Ini Sebut Kemenag Sembrono

Alihkan Kuota Reguler ke Haji Plus, Politisi PKB Ini Sebut Kemenag Sembrono

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI Luluk Nur Hamidah mengkritik tajam Kementerian Agama (Kemenag) terkait pengalihan sebagian besar kuota tambahan haji reguler untuk haji plus.

Luluk mengungkapkan bahwa dari 20.000 kuota tambahan untuk Indonesia, hampir 50 persen digunakan untuk kuota haji plus atau furoda, yang jauh melebihi batas 8 persen yang disepakati.

"Kami sangat terkejut karena ternyata lebih dari kesepakatan bersama di Komisi VIII yang dipakai untuk kuota haji plus atau bahkan furoda," kata Luluk di Makkah, Arab Saudi, Selasa malam (18/6/2024).

Berdasarkan aturan yang berlaku, mestinya tidak lebih dari 8 persen dari kuota tambahan 20.000 itu. Tapi faktanya, hampir 50 persen dari 20.000 itu ternyata dialihkan untuk memenuhi kebutuhan kuota haji plus atau furoda.
 
Luluk menekankan bahwa tindakan Kemenag ini melanggar undang-undang dan kesepakatan yang ada, serta tidak pernah dikonsultasikan dengan DPR.

"Prosedur dan mekanisme ini tidak digunakan, yaitu cek kepada undang-undang atau aturan bahkan kesepakatan dan hasil konsultasi dengan DPR," tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Ia mengatakan penambahan kuota seharusnya dapat mengurangi beban antrean haji reguler yang sangat panjang, mencapai 38 hingga 48 tahun di beberapa provinsi. Namun, pengalihan kuota itu justru memperpanjang masa tunggu bagi jemaah haji yang sudah lanjut usia.

"Kami sangat menyayangkan antrean panjang jemaah haji reguler kita yang sudah luar biasa menumpuknya karena menunggu 38 hingga 48 tahun di beberapa provinsi di luar Jawa. Dengan tambahan 20.000 ini relatif akan mengurangi beban dan juga memperpendek jarak khususnya bagi para jemaah yang usianya sudah relatif senior," tambahnya.

Selain itu, Luluk menekankan bahwa kebijakan ini menimbulkan pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan dan menilai bahwa ada potensi penyalahgunaan anggaran yang melanggar undang-undang, yang dapat mengundang penyelidikan dari institusi lain.

"Ini adalah tindakan yang sangat sembrono yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan ada potensi pelanggaran terhadap undang-undang," katanya. (*)