Pembuatan UU, Parlemen Korea Selatan Tak Mengenal Metode Omnibus Law
RIAUMANDIRI.CO - Pusat Perancangan Undang-Undang (PUU) Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI secara resmi menerima kunjungan Sekretariat Parlemen Korea Selatan dalam rangka ingin mempelajari proses legislasi yang ada di Parlemen Indonesia, Senin (29/4/2024).
Kepada tamunya, Kepala PUU BK DPR RI Lidya Suryani Widayati menerangkan proses perancangan RUU yang ada di Indonesia diantaranya memiliki proses dimulai tahap Naskah Akademik yang memuat landasan filosofis, sosiologis hingga yuridis.
“Tadi hasil diskusi kita baru tahu ternyata mereka itu setiap Perancangan Undang-Undang tidak menggunakan Naskah Akademik. Jadi Indonesia justru lebih perfect, karena setiap RUU perlu disertai dan wajib ada Naskah Akademik, dimana itu memuat landasan filosofis, sosiologis, yuridis dan hal-hal yang harus ada dalam UU latar belakangnya seperti apa,” ungkap Lidya, usai pertemuan.
Tak hanya itu, Lidya juga menjelaskan bahwasanya DPR RI memiliki pengaturan berupa carry over sebagaimana diatur dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 yang mana aturan tersebut belum dimiliki oleh Sekretariat Parlemen Korea Selatan. Selain carry over, tuturnya, Parlemen Indonesia juga memiliki keunggulan adanya metode omnibus law.
“Ketika kita sudah ada pengaturan carry over di UU Nomor 15 2019, mereka tidak ada. Jadi kalau belum selesai di periode saat ini, di Indonesia itu dimungkinkan bisa langsung dilanjutkan oleh periode (selanjutnya). Dan itu terjadi ketika pembahasan RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan dan sudah disahkan di tahun 2023. RUU KUHP dan Pemasyarakatan termasuk juga metode omnibus, mereka tidak mengenal itu,” tukasnya.
Sebelumnya, Sekretariat Parlemen Korea Selatan saat pertemuan dipimpin 'Deputy Director General of Social and Cultural Legislation' Ryu Seungwoo menyampaikan maksud tujuan kunjungan.
“Kami ingin menjelaskan peran yang kami yang bertugas untuk mengumpulkan beberapa negara khususnya prosedur legislasi atau kebijakan-kebijakan khusus yang ada di luar negeri kami kumpulkan dan begitu segera kami membahas, kami aplikasikan ke proses legislasi kami,” paparnya.
Terkait hal itu, Ryu Seungwoo juga lantas menanyakan sejauh mana upaya dan inisiatif yang telah dilakukan oleh DPR RI dalam mengatasi berbagai isu terkini. Salah satunya dalam sektor lingkungan hidup.
Menjawab pertanyaan itu, Lidya memaparkan DPR RI telah meratifikasi UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan 'Paris Agreement to The United Nations Framework Convention On Climate Change'.
Indonesia juga telah mengatur peraturan perundangan yang terkait dan mendukung implementasi Perjanjian Paris. Peraturan tersebut didukung oleh peraturan perundang-undangan nasional yang relevan baik dalam bentuk UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah dan beberapa UU yang kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). (*)