Komisi III DPR Minta Moratorium Pemidanaan Pengguna Narkoba
RIAUMANDIRI.CO - Komisi III DPR RI meminta Kepolisian dan Kejaksaan melakukan moratorium terhadap pemidanaan pengguna narkotika dan obat berbahaya (narkoba).
"Kita sudah berkunjung ke beberapa negara. Kalau di luar negeri pengguna narkoba itu korban. Itu maunya kita di Komisi III kalau korban itu direhabilitasi dengan assessment yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh dalam pertemuan dengan Polisi Daerah (Polda) Kalimantan Selatan dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Kalsel, dalam kunjungan kerja reses, Senin (29/4/2024).
Pangeran mengaku prihatin melihat adanya kasus di Polsek Banjarmasin di mana seorang pengguna narkoba dengan barang bukti 0,02 gram atau senilai Rp95.000 yang kemudian ditangkap dan dikenakan pasal 114 UU Narkotika.
"Gara-gara 95 ribu diproses penyidikan, dipidanakan dengan biaya penyidikan Rp25 juta. Nah, di kejaksaan juga Rp25 (juta) juga nanti dihukum di atas 5 tahun, ini negara rugi. Kalau 0,02 di bawah 1 gram, sepanjang yang bersangkutan bukan pengedar atau cuma pemakai itu direhab," kata Politisi PAN.
Pangeran meminta Polda Kalimantan Selatan menjadi pionir untuk menerapkan kebijakan rehabilitasi untuk pengguna narkotika di bawah 1 gram. Hal tersebut sesuai amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga yang kerap menyoroti over capacity lembaga pemasyarakatan (LP).
"Jadi semua korban itu kita rehab melalui assessment yang bisa dipertanggungjawabkan. Kami mohon Polda Kalsel bisa jadi contoh nanti. Kita cek 3 bulan ke depan mudah-mudahan sebagaimana perintah Presiden kita mengutamakan over capacity LP," urai Pangeran.
Anggota Komisi III DPR RI lainnya Heru Widodo menambahkan kebijakan untuk moratorium pemidanaan pengguna narkotika perlu dibarengi dengan kebijakan dari atasnya, baik dari Polri, BNN, Kejaksaan Agung, Pengadilan Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
"Semua harus berpadu untuk menyelesaikan persoalan, karena ini (over capacity). Karena ini menjadi lingkaran setan yang tidak boleh terus berlanjut dari tahun ke tahun," demikian Heru Widodo. (*)