Guna Akomodir Perkembangan Teknologi, UU Penyiaran Perlu Direvisi
RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono menilai UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran belum mengakomodasi perkembangan teknologi terbaru, karena itu perlu direvisi.
"UU penyiaran yang disahkan pada tahun 2002 belum mengakomodasi perkembangan teknologi saat ini. Sejak tahun 2011 atau 2012, upaya revisi terus berjalan tanpa titik terang," kata Dave dalam diskusi Forum Legislasi yang bertajuk 'Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi' di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Dave menyoroti bahwa aturan penyiaran yang ada saat ini pengaturannya masih kurang memadai terkait transformasi digital. "Meskipun layanan streaming dan media sosial berkembang pesat, regulasi yang ada belum mampu menangkap dinamika yang terjadi," ucap dia.
Dave menegaskan perlunya regulasi yang ketat untuk melindungi nilai-nilai lokal dari budaya-budaya luar yang merusak. "Kita harus memiliki otoritas yang kuat untuk mengatur konten yang disajikan kepada masyarakat, sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan ideologi bangsa," tegas Politisi Partai Golkar ini.
Sebagai contoh, dirinya menjelaskan seperti beberapa media penyiaran digital yang kontennya menyebarkan ideologi LGBT yang bertentangan dengan nilai-nilai dan moral bangsa Indonesia. Maka dari itu media asing harus mendapat pengawasan dari negara dan KPI.
”Jadi, jangan sampai mereka ini merusak ideologi, idealisme dan nilai-nilai luhur bangsa, khususnya generasi muda,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan industri dalam menjaga kewibawaan informasi. "Kerja sama yang solid antara semua pihak adalah kunci untuk menjaga integritas dan pemahaman yang tepat tentang identitas dan nilai-nilai negara kita," tutupnya.
Diskusi Forum Legislasi diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) yang bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, dengan menghadirkan narasumber Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo, dan Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti. (*)
"UU penyiaran yang disahkan pada tahun 2002 belum mengakomodasi perkembangan teknologi saat ini. Sejak tahun 2011 atau 2012, upaya revisi terus berjalan tanpa titik terang," kata Dave dalam diskusi Forum Legislasi yang bertajuk 'Menuju Era Baru, RUU Penyiaran Perlu Ikuti Kemajuan Teknologi' di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Dave menyoroti bahwa aturan penyiaran yang ada saat ini pengaturannya masih kurang memadai terkait transformasi digital. "Meskipun layanan streaming dan media sosial berkembang pesat, regulasi yang ada belum mampu menangkap dinamika yang terjadi," ucap dia.
Dave menegaskan perlunya regulasi yang ketat untuk melindungi nilai-nilai lokal dari budaya-budaya luar yang merusak. "Kita harus memiliki otoritas yang kuat untuk mengatur konten yang disajikan kepada masyarakat, sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya dan ideologi bangsa," tegas Politisi Partai Golkar ini.
Sebagai contoh, dirinya menjelaskan seperti beberapa media penyiaran digital yang kontennya menyebarkan ideologi LGBT yang bertentangan dengan nilai-nilai dan moral bangsa Indonesia. Maka dari itu media asing harus mendapat pengawasan dari negara dan KPI.
”Jadi, jangan sampai mereka ini merusak ideologi, idealisme dan nilai-nilai luhur bangsa, khususnya generasi muda,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan industri dalam menjaga kewibawaan informasi. "Kerja sama yang solid antara semua pihak adalah kunci untuk menjaga integritas dan pemahaman yang tepat tentang identitas dan nilai-nilai negara kita," tutupnya.
Diskusi Forum Legislasi diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) yang bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, dengan menghadirkan narasumber Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari, Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo, dan Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti. (*)
Tags
Undang-undang