Tiga Bulan Buron, Dirut PT BRJ Diringkus
Riaumandiri.co - Pihak kejaksaan akhirnya bisa meringkus HM Fadhillah Akbar setelah tiga bulan kabur. Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ) itu selanjutnya ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
HM Fadhillah merupakan tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Sungai Enok, Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Dia sebelumnya dinyatakan buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Pria berusia 48 tahun ini ditetapkan sebagai DPO berdasarkan surat Nomor : PRINT-01/L.4.5/FD.1/TAP.DPO/10/2023 tertanggal 19 Oktober 2023.
Setelah tiga bulan, Fadillah akhirnya bisa ditangkap. Dia diamankan oleh Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Kejati Riau di sebuah tempat, di Jalan Qadr Raya, Cibodas, Kota Tangerang, Selasa (30/1) sekitar pukul 19.22 WIB.
"Tim Tabur berhasil mengamankan buronan tersangka yang masuk dalam DPO asal Kejaksaan Tinggi Riau. Berinisial HMFA," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto, Rabu (31/1).
Bambang mengatakan, Fadhillah diduga terlibat perkara tindak pidana korupsi pada kegiatan Pembangunan Jembatan Sungai Enok Kecamatan Enok Kabupaten Inhil Tahun Anggaran 2012.
Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Riau Nomor: PRINT-07/L.4/Fd.1/09/2023 tanggal 07 September 2023 jo. Surat Penetapan Tersangka Nomor: Tap.Tsk-03/L.4.5/Fd.1/09/2023 tanggal 07 September 2023.
Saat diamankan, kata Ketut, tersangka Fadhillah bersikap kooperatif sehingga proses pengamanannya berjalan dengan lancar. "Tersangka diamankan ke Kejari Jakarta Selatan untuk kemudian dilakukan koordinasi dengan Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau guna proses berikutnya," lanjut Bambang seraya mengatakan, tersangka selanjutnya diantarkan oleh Tim Kejagung ke Pekanbaru, Rabu pagi. Setelah itu dilakukan serah terima.
"'Tim Tabur Kejati dan tim Pidsus (Pidana Khusus,red) Kejati menjemput tersangka ke Bandara (SSK II Pekanbaru) jam 08.00 WIB tadi. Setelah serah terima, dilakukan pemeriksaan intensif oleh penyidik Pidsus," jelas Bambang.
Terhadap tersangka selanjutnya dilakukan penahanan dan dititipkan di Rutan Pekanbaru. "Terhadap tersangka dilakukan penahanan," tegas Bambang Heripurwanto.
Diketahui, Fadhillah ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya yakni Budhi Syahputra. Ia telah dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, Kamis (7/9).
Sementara Fadhillah yang juga dipanggil untuk diperiksa mangkir dari panggilan jaksa. Ia beberapa kali tak hadir, dan memilih kabur hingga ditetapkan jadi DPO.
Perbuatan korupsi dilakukan kedua tersangka dengan modus pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir tanggal 17 Mei 2012.
Tersangka Fadhillah bersama tersangka Budhi melengkapi persyaratan lelang atau tender. Selanjutnya tersangka Budhi bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif.
Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, tersangka Budhi dan tersangka Fadhillah membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Akhirnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.
Disebutkan, tersangka Fadhillah masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan. Setelah itu tersangka Budhi dan tersangka Fadhillah membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak atau addendum I dan II dengan nilai Rp 14.826.029.360 (pada 17 Juli 2012 sampai 31 Desember 2012).
Dalam pelaksanaan pekerjaan tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan dan tersangka Budhi membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut. Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka Fadhillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H.
Setelah uang masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka Fadhillah sejumlah Rp 1.374.000.000 dan dari rekening PT BRJ tanggal 4 Januari 2013, setelah pekerjaan selesai. Menurut Ahli Fisik ITB dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II.
Menurut hasil audit yang dilakukan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Riau telah terjadi penyimpangan dalam pengerjaan proyek tersebut. "Kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," kata Bambang.
Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.