Angka Stunting Pekanbaru Terkendali
RIAUMANDIRI.CO - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Disdalduk KB) Kota Pekanbaru menargetkan angka prevalensi stunting atau gangguan pertumbuhan terhadap anak di Kota Bertuah bisa turun mencapai lima persen pada tahun 2023 ini.
Hasil pendataan sementara, dari 750 anak lewat Survei Kesehatan Indonesia, hanya 28 anak mengalami stunting. Namun angka prevalensi dihitung oleh Kementerian Kesehatan RI setelah ada pemeriksaan menyeluruh.
"Semoga kita bisa di bawah lima persen di tahun ini untuk angka prevalensi stunting. Paling tidak yang di angka 10 persen, target nasional kan 14 persen," kata Kepala Disdalduk KB Kota Pekanbaru Muhammad Amin, Rabu (22/11).
Ia menuturkan, bahwa sebelumnya angka prevalensi stunting di Kota Pekanbaru sempat naik pada tahun 2022 lalu. Angka prevalensi stunting saat itu 16,8 persen. padahal pada tahun 2021 angka prevalensi stunting 11,4 persen.
Amin menyebut, hasil pemantauan melalui Elektronik-Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat pada tahun 2022 tercatat 318 anak mengalami stunting. Sedangkan pada tahun ini hingga September 2023, sudah turun jadi 203 anak.
"Dari dua data ini kita optimis, Kota Pekanbaru tingkat prevalensi stunting bisa turun di tahun ini," ujar Amin.
Ia memaparkan, bahwa arus urbanisasi dari sejumlah daerah tidak terhindarkan. Pemerintah kota pun berupaya menurunkan angka prevalensi stunting untuk mencegah permasalahan lainnya.
Sejumlah strategi disiapkan untuk mencegah stunting di antaranya mencegah remaja putri tidak anemia. Mereka pun harus mendapat pil penambah darah.
Kemudian para calon pengantin nanti bisa memiliki sertifikat Elektronik Siap Nikah Siap Hamil (elsimil). Pemerintah kota pun sudah melakukan kesepakatan dengan Kantor Kementerian Agama Pekanbaru untuk percepatan penanganan stunting.
Pemerintah kota juga berupaya melakukan pendampingan ibu hamil. Ia menyebut pada tahun lalu ada 70.000 lebih anak berisiko stunting turun pada tahun ini menjadi 35.000.
"Tim terus melakukan upaya pendampingan bagi ibu hasil bersama tim kesehatan. Bayi dua tahun dan ibu nifas juga mendapat pendampingan agar mencegah anaknya mengalami stunting," pungkasnya.
Untuk menurunkan prevalensi stunting, sebelumnya Pemerintah Kota Pekanbaru sudah meluncurkan Program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS) bersama Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional(BKKBN), Jumat (10/3) sore.
Saat itu, ada 115 anak stunting mendapatkan bapak asuh mulai dari pejabat Pemko Pekanbaru hingga pengusaha. Peluncuran program ini dilakukan di Kantor Wali Kota Pekanbaru, Tenayan Raya.
Pj Wako Pekanbaru, Muflihun dikukuhkan sebagai BAAS oleh Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) RI Sukaryo Teguh Santoso.
Selain Pj Wako, pengukuhan juga dilakukan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution, sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) serta Forkopimda Kota Pekanbaru.
Pj Wako Pekanbaru Muflihun mengatakan, BAAS itu adalah program Pemko Pekanbaru bersama dengan BKKBN. Tujuannya untuk membantu anak-anak Pekanbaru yang mengalami stunting.
Bapak asuh anak stunting terdiri dari kepala OPD serta pihak swasta yang ada di Kota Pekanbaru.
"Bagaimana kita mengajak partisipasi peran dari ASN serta pihak swasta untuk diangkat menjadi bapak asuh. Karena kalau tidak dikeroyok bersama-sama, mungkin bisa hilang bisa habis, tapi lambat," ujar Muflihun.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau terutama kepada perusahaan-perusahaan yang ada di Pekanbaru untuk turut andil menangani stunting di kota ini.
"Alhamdulillah hari ini bisa dapat bapak asuh, kurang lebih 115 orang. Kita lihat di OPD sendiri bisa sampai 40 orang dan dibantu pihak swasta, perusahaan yang ada di Pekanbaru," terangnya.
Sebanyak 115 bapak asuh itu, masing-masing mereka membantu satu orang anak.
"Satu bapak asuh satu anak," ucapnya.
Ia menyebut, peran dari bapak asuh ini adalah untuk membantu asupan gizi anak. Setiap bulannya dibantu sekitar Rp500 ribu per anak. "Ini untuk membantu asupan gizi, itu per bulannya kurang lebih Rp500 ribu, selama 6 bulan. Jadi satu orang kurang lebih Rp3 juta dalam 6 bulan itu," tutupnya.***