Ngotot Politik Dinasti Tunjukkan Keluarga Jokowi Terbius Kekuasaan
RIAUMANDIRI.CO - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al-Hamdi menilai Gibran Rakabuming Raka yang tetap maju di Pilpres 2024 usai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menunjukkan bahwa keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah terlena dan terbius kekuasaan.
"Sebenernya ini menunjukkan preseden. Pertama, Jokowi sekeluarga terlalu terlena karena mereka jadi wali kota, gubernur, presiden 2 periode. Memang kekuasaan itu melenakan, meninabobokan," kata Ridho Al-Hamdi, pada wartawan di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, benteng terakhir dari politik yang mengacaukan moralitas dan melanggar etik adalah sanksi sosial. Itu bisa diberikan rakyat pada pihak yang mendapat manfaat dari putusan MK tersebut.
"Lagi-lagi cara menghukumnya adalah sanksi sosial. Jangan memilih pasangan capres-cawapres yang memiliki dampak elektoral dari putusan MK tersebut," ujarnya.
Sebelumnya putusan MKMK menyebut adanya pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres. Bahkan MKMK mencopot Anwar Usman dari posisi Ketua MK dan dilarang ikut menyidangkan sengketa Pemilu 2024.
Namun, Koalisi Indonesia Maju (KIM) menegaskan tetap akan mengusung Gibran sebagai Cawapres, meskipun putusan MKMK menyatakan terjadi pelanggaran dalam proses pengambilan putusan MK yang memberikan karpet merah kandidasi Gibran.
Ridho mengatakan, Jokowi yang awalnya dianggap sebagai harapan baru di Pilpres 2014, tetapi justru di akhir jabatannya malah berubah seolah menjadi bangsawan baru. "Ini artinya moral pemimpin kita itu tidak mencerminkan wajah ketimuran kita yang penuh etika," jelasnya.
Untuk itulah, lanjut Ridho, rakyat perlu mengambil langkah untuk mengembalikan demokrasi pada jalan semestinya. "Secara hukum memang tidak melanggar, memang satu-satunya cara bagi warga negara menghukum atas mereka yang menikmati dari putusan MK tersebut," tuturnya.
Cap Politik Dinasti
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan elektabilitas pasangan Capres Prabowo Subianto dan Gibran akan makin terpuruk setelah keluarnya vonis etik Anwar Usman.
“Situasi ini akan menambah beban negatif bagi pasangan Prabowo-Gibran. Di tengah stagnasi elektabilitas pasangan ini, bahkan punya kecenderungan turun, putusan ini akan berdampak bagi melekatnya cap pasangan dinasti/nepotis bagi mereka,” kata Ray.
‘Karpet merah’ yang diberikan ke Gibran memiliki dampak elektoral dan politis yang besar. Gibran, yang disebut representasi kesempatan anak muda di dunia politik, justru diserang isu dinasti politik yang hanya menguntungkan orang dalam keluarga Jokowi.
“Akan makin menyulitkan mereka meyakinkan pemilih, khususnya di kalangan kaum muda, bahwa keputusan itu penting bagi pelibatan partisipasi kaum muda dalam kepemimpinan nasional. Gejala penolakan terhadap dinasti politik terlihat semakin menguat,” ungkap Ray. (*)
"Sebenernya ini menunjukkan preseden. Pertama, Jokowi sekeluarga terlalu terlena karena mereka jadi wali kota, gubernur, presiden 2 periode. Memang kekuasaan itu melenakan, meninabobokan," kata Ridho Al-Hamdi, pada wartawan di Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, benteng terakhir dari politik yang mengacaukan moralitas dan melanggar etik adalah sanksi sosial. Itu bisa diberikan rakyat pada pihak yang mendapat manfaat dari putusan MK tersebut.
"Lagi-lagi cara menghukumnya adalah sanksi sosial. Jangan memilih pasangan capres-cawapres yang memiliki dampak elektoral dari putusan MK tersebut," ujarnya.
Sebelumnya putusan MKMK menyebut adanya pelanggaran etik yang dilakukan Ketua MK Anwar Usman dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres. Bahkan MKMK mencopot Anwar Usman dari posisi Ketua MK dan dilarang ikut menyidangkan sengketa Pemilu 2024.
Namun, Koalisi Indonesia Maju (KIM) menegaskan tetap akan mengusung Gibran sebagai Cawapres, meskipun putusan MKMK menyatakan terjadi pelanggaran dalam proses pengambilan putusan MK yang memberikan karpet merah kandidasi Gibran.
Ridho mengatakan, Jokowi yang awalnya dianggap sebagai harapan baru di Pilpres 2014, tetapi justru di akhir jabatannya malah berubah seolah menjadi bangsawan baru. "Ini artinya moral pemimpin kita itu tidak mencerminkan wajah ketimuran kita yang penuh etika," jelasnya.
Untuk itulah, lanjut Ridho, rakyat perlu mengambil langkah untuk mengembalikan demokrasi pada jalan semestinya. "Secara hukum memang tidak melanggar, memang satu-satunya cara bagi warga negara menghukum atas mereka yang menikmati dari putusan MK tersebut," tuturnya.
Cap Politik Dinasti
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan elektabilitas pasangan Capres Prabowo Subianto dan Gibran akan makin terpuruk setelah keluarnya vonis etik Anwar Usman.
“Situasi ini akan menambah beban negatif bagi pasangan Prabowo-Gibran. Di tengah stagnasi elektabilitas pasangan ini, bahkan punya kecenderungan turun, putusan ini akan berdampak bagi melekatnya cap pasangan dinasti/nepotis bagi mereka,” kata Ray.
‘Karpet merah’ yang diberikan ke Gibran memiliki dampak elektoral dan politis yang besar. Gibran, yang disebut representasi kesempatan anak muda di dunia politik, justru diserang isu dinasti politik yang hanya menguntungkan orang dalam keluarga Jokowi.
“Akan makin menyulitkan mereka meyakinkan pemilih, khususnya di kalangan kaum muda, bahwa keputusan itu penting bagi pelibatan partisipasi kaum muda dalam kepemimpinan nasional. Gejala penolakan terhadap dinasti politik terlihat semakin menguat,” ungkap Ray. (*)
Tags
Pemilu