Ketum PBNU Bantah Klaim Cak Imin
RIAUMANDIRI.CO - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (Ketum PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengklaim dirinya direstui dan didukung oleh para ulama di Jawa Timur sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan.
Pernyataan Cak Imin itu pun langsung direspons Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
"Pertama kami hanya bisa mengucapkan selamat sudah dapat jodoh, nggak jomblo lagi. Kemudian kalau soal sikap, sudah saya sebutkan berulang kali. Saya tegaskan lagi di sini tidak ada calon atas nama NU. Jadi kalau ada calon itu kredibilitasnya sendiri, kapasitasnya sendiri, track record-nya sendiri dan seterusnya. Tidak ada calon atas nama NU," tutur Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, akhir pekan kemarin.
"Kalau ada klaim kiai-kiai PBNU merestui itu sama sekali tidak benar, karena tidak pernah ada sama sekali pembicaraan di PBNU mengenai calon sama sekali. Sama sekali nggak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden," sambungnya.
Selain itu, Gus Yahya menegaskan, warga Nahdlatul Ulama (NU) bukanlah kerbau yang dicucuk hidungnya sehingga bisa begitu mudahnya disetir dalam kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Anggapan itu pun dinilai sangat menghina.
"NU ini punya warga yang banyak sekali, basisnya sangat luas. Survei terakhir dari Al Farah misalnya, mengatakan 59,2 persen dari populasi NU mengaku sebagai pengikut NU, warga NU," ucap Gus Yahya.
"Nah cuma sekarang mindset orang itu masih banyak yang menganggap warga NU ini kayak kebo-kebo dicucuk hidungnya, ikut ke sana kemari gampang, dan itu anggapan yang menghina sekali kepada warga NU," sambung dia.
Gus Yahya menanggapi adanya kontestan dalam Pilpres 2024 yang mengklaim sebagai representasi NU. Dia pun mempersilakan kontestan tersebut meyakinkan warga NU.
"Soal klaim bahwa ini dari NU, orang NU, ya silakan meyakinkan warga," tutur Gus Yahya.
Gus Yahya menegaskan, PBNU tidak memiliki kekuatan elektoral blok sehingga dapat turun langsung menyatakan dukungan terhadap kontestan Pilpres 2024. Dengan begitu, menjadi tugas masing-masing aktor politik yang berkepentingan untuk meyakinkan warga NU.
"Yang perlu diyakinkan itu bukan NU, bukan kami pengurus NU ini, tapi rakyat," ucap dia.
Gus Yahya pun mengulas pada 1973 lalu, NU memang pernah menjadi partai politik. Namun, para ulama telah bersepakat dan membuat keputusan bahwa NU tidak lagi beroperasi sebagai partai politik dan tidak lagi menjalankan fungsi politik praktis.
"Tetapi kembali kepada fungsinya organisasi keagamaan kemasyarakatan. Itu keputusan muktamar tahun 1984 yang dulu terkenal sebagai keputusan kembali ke khittoh," terang Gus Yahya.
Lalu Gus Yahya mengaku sempat didekati oleh pihak partai pengusung calon presiden termasuk dengan sosok yang didukungnya agar turut serta dalam upaya pemenangan Pilpres 2024.
Namun begitu, dia menegaskan PBNU tetap pada pendiriannya sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan.
"Awal-awal ada yang coba-coba (dekati), tapi saya kira sekarang sudah kapok. Pada hari ini sudah kapoklah. Karena kita juga tidak bergeser dari gestur," tutur Gus Yahya.