Demo di Kantor Gubernur Riau, Desak Cabut Izin Penambangan Pasir di Pulau Rupat
RIAUMANDIRI.CO - Tokoh masyarakat Riau, Hj Azlaini Agus, mengimbau agar masyarakat tidak memilih Syamsuar sebagai calon gubernur untuk periode kedua atau sebagai calon anggota legislatif pada tahun 2024, jika dia tidak mencabut izin penambangan pasir di laut di Pulau Rupat.
Tokoh masyarakat yang akrab disapa Bunda Azlaini Agus ini menyampaikan imbauannya saat berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa damai bersama Nelayan Pulau Rupat, aktivis lingkungan, dan Laskar Melayu Bersatu di pintu masuk kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Selasa (5/9/2023) siang.
Menurut Bunda Azlaini Agus, penambangan pasir di laut dengan nama apapun pasti akan menimbulkan kerusakan ekosistem dan merugikan nelayan.
Bunda Azlaini mengatakan, kasus penambangan pasir di laut di wilayah Rupat sudah muncul sejak akhir 2021. Saat itu sekelompok mahasiswa melakukan demonstrasi di Pekanbaru. Mereka mengeluh karena terancam tidak bisa melanjutkan sekolah/kuliah.
Saat itu, Bunda Azlaini sebagai tokoh masyarakat meminta bantuan WALHI Riau untuk mendampingi mereka. Pada Januari 2022, Gubernur Riau Syamsuar menunjukkan niat baiknya dengan mengirim surat kepada Menteri ESDM, meminta agar segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Logo Mas Utama (LMU) di wilayah Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis.
"Surat ini kami apresiasi sebagai sebuah komitmen gubernur terhadap apa yang disampaikan masyarakat. Seiring dengan itu, sekitar bulan April 2022 keluar Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2022 yang mendesentralisasi kewenangan di bidang izin usaha pertambangan mineral dan batubara kepada gubernur," jelasnya.
Pada saat itu, jelas Bunda Azlaini, seharusnya Gubernur Riau sudah bisa mencabut izin PT LMU. Namun lebih dari setahun berlalu, izin itu masih belum dicabut. Padahal jabatan Syamsuar sebagai Gubernur Riau akan berakhir pada Oktober.
Ditanya jika sampai akhir masa jabatannya, Gubernur Riau Syamsuar tidak juga mencabut IUP PT LMU ini akan mengajak masyarakat untuk tidak memilih lagi dirinya, baik sebagai gubernur untuk periode kedua maupun sebagai calon legislatif di Pemilu 2024.
"Bahkan kita tidak terima di mana pun dia berkampanye. Kita akan melakukan penolakan (terhadap Syamsuar, Red). Dia akan dimalukan pada 2024, dan kita, ini Laskar (Laskar Melayu Bersatu, Red) memiliki anggota 17.000 di seluruh Riau. Saya kira kekuatan Laskar ini bisa menghalangi ambisi beliau di 2024. Itu yang harus dia pertimbangkan," ujar Bunda Azlaini.
Sementara itu, orator aksi menyampaikan, unjuk rasa ini dilakukan karena penambangan pasir di perairan Pulau Rupat sangat merugikan mata pencaharian nelayan. Akibat penambangan pasir, biota laut seperti ikan dan udang menjadi punah.
"Kita menuntut agar Gubernur Riau mencabut izin penambangan pasir di Pulau Rupat. Kami nelayan hidup dari perairan di Pulau Rupat," katanya.
Menurutnya, aksi demonstrasi ini merupakan langkah yang ditempuh setelah berkali-kali menyurati permohonan kepada Gubernur Riau, namun tidak pernah mendapat tanggapan.
"Demonstrasi ini bukan langkah pertama kami. Kami sudah berkali-kali mengirim surat, meminta agar izin PT LMU dicabut karena sangat merugikan nelayan di Pulau Rupat," terangnya.
Hilangnya mata pencaharian nelayan seharusnya juga menjadi perhatian pemerintah, karena dampaknya akan dirasakan juga oleh pedagang maupun masyarakat.
"Jika nelayan tidak bisa menangkap ikan, harga ikan dan udang pun akan melonjak. Apakah ini tidak perlu diperhatikan," tutupnya.
Tokoh masyarakat yang akrab disapa Bunda Azlaini Agus ini menyampaikan imbauannya saat berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa damai bersama Nelayan Pulau Rupat, aktivis lingkungan, dan Laskar Melayu Bersatu di pintu masuk kantor Gubernur Riau, Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Selasa (5/9/2023) siang.
Menurut Bunda Azlaini Agus, penambangan pasir di laut dengan nama apapun pasti akan menimbulkan kerusakan ekosistem dan merugikan nelayan.
Bunda Azlaini mengatakan, kasus penambangan pasir di laut di wilayah Rupat sudah muncul sejak akhir 2021. Saat itu sekelompok mahasiswa melakukan demonstrasi di Pekanbaru. Mereka mengeluh karena terancam tidak bisa melanjutkan sekolah/kuliah.
Saat itu, Bunda Azlaini sebagai tokoh masyarakat meminta bantuan WALHI Riau untuk mendampingi mereka. Pada Januari 2022, Gubernur Riau Syamsuar menunjukkan niat baiknya dengan mengirim surat kepada Menteri ESDM, meminta agar segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Logo Mas Utama (LMU) di wilayah Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis.
"Surat ini kami apresiasi sebagai sebuah komitmen gubernur terhadap apa yang disampaikan masyarakat. Seiring dengan itu, sekitar bulan April 2022 keluar Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2022 yang mendesentralisasi kewenangan di bidang izin usaha pertambangan mineral dan batubara kepada gubernur," jelasnya.
Pada saat itu, jelas Bunda Azlaini, seharusnya Gubernur Riau sudah bisa mencabut izin PT LMU. Namun lebih dari setahun berlalu, izin itu masih belum dicabut. Padahal jabatan Syamsuar sebagai Gubernur Riau akan berakhir pada Oktober.
Ditanya jika sampai akhir masa jabatannya, Gubernur Riau Syamsuar tidak juga mencabut IUP PT LMU ini akan mengajak masyarakat untuk tidak memilih lagi dirinya, baik sebagai gubernur untuk periode kedua maupun sebagai calon legislatif di Pemilu 2024.
"Bahkan kita tidak terima di mana pun dia berkampanye. Kita akan melakukan penolakan (terhadap Syamsuar, Red). Dia akan dimalukan pada 2024, dan kita, ini Laskar (Laskar Melayu Bersatu, Red) memiliki anggota 17.000 di seluruh Riau. Saya kira kekuatan Laskar ini bisa menghalangi ambisi beliau di 2024. Itu yang harus dia pertimbangkan," ujar Bunda Azlaini.
Sementara itu, orator aksi menyampaikan, unjuk rasa ini dilakukan karena penambangan pasir di perairan Pulau Rupat sangat merugikan mata pencaharian nelayan. Akibat penambangan pasir, biota laut seperti ikan dan udang menjadi punah.
"Kita menuntut agar Gubernur Riau mencabut izin penambangan pasir di Pulau Rupat. Kami nelayan hidup dari perairan di Pulau Rupat," katanya.
Menurutnya, aksi demonstrasi ini merupakan langkah yang ditempuh setelah berkali-kali menyurati permohonan kepada Gubernur Riau, namun tidak pernah mendapat tanggapan.
"Demonstrasi ini bukan langkah pertama kami. Kami sudah berkali-kali mengirim surat, meminta agar izin PT LMU dicabut karena sangat merugikan nelayan di Pulau Rupat," terangnya.
Hilangnya mata pencaharian nelayan seharusnya juga menjadi perhatian pemerintah, karena dampaknya akan dirasakan juga oleh pedagang maupun masyarakat.
"Jika nelayan tidak bisa menangkap ikan, harga ikan dan udang pun akan melonjak. Apakah ini tidak perlu diperhatikan," tutupnya.