Perlu Kolaborasi Atasi Polusi Udara di Jakarta
RIAUMANDIRI.CO - Partai
Gelombang Rakyat (Gelora) berpandangan bahwa polusi udara yang terjadi di
Jakarta dan daerah sekitarnya disebabkan oleh banyak faktor. Namun, faktor yang
dominan akibat asap kendaraan bermotor dan polusi industri.
"Sehingga masyarakat
harus mengeluarkan semacam ongkos yang tidak perlu bagi kesehatan. Hal ini
sebenarnya bisa dicegah apabila pemerintah menerapkan kebijakannya secara
konsisten," kata Ketua Bidang Lingkungan Hidup DPN Partai Gelora Indonesia
di Jakarta Rully Syumanda.
Hal itu disampaikan Rully saat
memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk 'Polusi Udara Mengepung,
Kesehatan Publik Terancam', Rabu (23/8/2023) petang. Diskusi dihadiri Direktur
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf dan Direktur Wahana
Lingkungan Hidup Zenzi Suhadi.
Rully mengatakan, jumlah
kendaraan bermotor yang masuk Jakarta diperkirakan mencapai 24 juta dari 101
juta kendaraan bermotor di seluruh Indonesia. Kendaraan didominasi sepeda motor
yang setiap harinya mengeluarkan gas buangan dan asap yang bisa membahayakan
kesehatan. "Kebijakan terhadap mobil yang sudah yang tidak memenuhi
standar buangan, itu sejauh mana? Kenapa tetap masih bisa masuk ke Jakarta
sampai sekarang," katanya.
Rully juga menyayangkan
upaya pemerintah yang memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk membeli
sepeda motor ketimbang membenahi moda transportasi. Akibatnya, jumlah sepeda
motor meningkat secara signifikan, terutama di Jakarta, hingga menyebabkan
kemacetan parah dan polusi udara di Jabodetabek.
"Partai Gelora
berharap ada sebuah arah kebijakan, apa yang harus kita lakukan, bukan saling
menyalahkan. Kita harus bersama-sama membangun jembatan kolaborasi untuk
mencari titik utama kendalanya, itu dimana," katanya.
Menurut Rully, salah satu
supaya yang bisa dilakukan pemerintah, misalnya melakukan uji emisi untuk
kendaraan bermotor baik mobil dan motor untuk tahun 2010 ke bawah. Disamping
perbaikan kualitas moda transportasi umum harus digencarkan.
Sementara terkait polusi
udara yang ditimbulkan oleh industri, terutama terkait keberadaan pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara, Rully meminta
pemerintah mulai meninggalkan batu bara sebagai bahan bakar dan mencari
alternatif lain seperti solar.
"Kita berharap
pemerintah tidak kecanduan PLTU berbahan bakar batu bara lagi. Ada 146 PLTU
tersebar di seluruh Indonesia, 16 PLTU yang mengepung Jakarta. Sehingga polusi
udara di Jakarta, bukan dari kendaraan bermotor, tetapi juga dari 16 PLTU ini,"
katanya.
Transformasi Kesehatan
Sementara itu, Direktur
Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Anas Ma'ruf mengatakan, masyarakat
perlu meningkatkan kualitas kesehatannya, terutama daya tahan tubuh agar tidak
terpapar penyakit yang ditimbulkan oleh polusi udara di Jakarta.
"Misalnya air yang
kita konsumsi di sekitar kita, itu sehat atau tidak. Lalu, pangannya juga
diatur, lingkungan tempatnya tinggalnya diupayakan tetap sehat, sehingga pada
akhirnya menimbulkan gangguan kesehatan," katanya.
Dalam kaitan ini, Kemenkes
telah melakukan transformasi dalam rangka menata pembangunan kesehatan seperti
meningkatkan pelayanan kesehatan, serta meningkatkan gizi ibu dan anak.
Kemudian mengendalikan penyakit menular dan tidak menular, serta meningkatkan
gerakan masyarakat hidup sehat.
"Transformasi ini
memerlukan deteksi dini, melakukan pencegahan sejak awal, sehingga ketika sudah
di rumah sakit, baik itu penyakit yang sifatnya kronis atau tidak bisa kita
sembuhkan. Nah, puskesmas kita jadikan tempat untuk deteksi dini,"
ujarnya.
Anas mengatakan, untuk
memperbaiki kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya perlu melibatkan berbagai
sektor seperti arahan Presiden Joko Widodo, tidak bisa hanya dilakukan
Kemenkes. Sebab, Kemenkes hanya memberikan rekomendasi pencegahan dan
transformasi pelayanan kesehatan.
"Misalkan soal
pembangunan PLTU di suatu daerah, itu sebaran anginnya sebetulnya sudah bisa
diketahui, dan Kemenkes menyarankan adanya filter. Jadi transformasi kesehatan
itu, bagaimana di bidang kesehatan supaya terintegrasi," katanya.
Sedangkan Direktur
Eksekutif Nasional WALHI Zenzi Suhadi mengatakan, penyebab utama polusi di
Jakarta adalah masalah transportasi akibat dari kebijakan ekonomi yang salah. "Harusnya
Indonesia menerapkan standar gas buang Euro 6, bukan Euro 2 atau 4. Sehingga
daya tampung dan daya dukung lingkungan ambruk, termasuk mengenai kualitas
udara," kata Zenzi.
WALHI mendorong adanya
audit lingkungan di Jabodetabek yang akan mengaudit perluasan pencemaran udara
yang ditimbulkan oleh emisi transportasi maupun industri. Apabila hasil audit
tersebut ditemukan unsur pidana, bisa didorong ke proses hukum.
"Tapi sebetulnya
masalah utamanya, pemerintah Indonesia terkesan enggan untuk berpindah ke
energi bersih, sementara di banyak negara energinya sudah energi bersih dan
emisi gas buangnya sudah standar Euro 6," pungkasnya. (*)