Pemerintah Harus Bersatu Berantas Kasus TPPO dan Narkoba
RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menekankan perlu ditegakan hukum yang proposional dalam menghadapi kasus Tindak Pidana Pergerakan Orang (TPPO) dan peredaran narkoba.
Dia tidak ingin penyelesaian kasus tersebut hanya dibebankan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenhumkam) saja.
Dia meyakini kejahatan terorganisir sekaligus multinasional ini harus ditangani dengan membangun kekuatan antarkementerian dan lembaga terkait.
Sebab itu, segenap Pemerintah Indonesia harus saling bersatu padu memberantas kasus-kasus yang menjadi sorotan publik ini. Tanpa kekuatan bersama, usaha memberantas kasus, baik TPPO maupun narkoba, hanya akan menjadi sia-sia.
"Saya hanya ingin mengimbau dan mengajak kita semua untuk tetap berlaku adil, proporsional. Jika ada kesalahan maka harus mempertanggung jawabkan perbuatannya di mata hukum berlandaskan pada fakta hukum itu sendiri. Jika (Kemenkumham) ada kesalahan, bisa dilakukan upaya korektif," kata Arteria dikutip laman resmi DPR RI, Sabtu (12/8/2023).
Khusus kasus TPPO, dirinya menilai baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tidak bisa mengabaikan faktor pemicu. Di antaranya, disebabkan oleh kemiskinan ekonomi, desakan ekonomi dan terjerat hutang. Maka dari itu, imbuhnya, kemudahan memperoleh paspor bukan alasan tunggal terjadinya kasus TPPO.
Terkait dengan peredaran narkoba, Arteria menekankan bahwa lapas bukan sarang narkoba. Narkobanya masuk dari luar.
"Itu tidak hanya menjadi kewajiban petugas lapas, tapi menjadi kewajiban aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun BNN (Badan Narkotika Nasional) untuk bisa mengatasi. Ini adalah tugas bersama dan tidak dibebankan kepada teman teman di lapas saja," pungkasnya.
Hingga saat ini, TPPO dan peredaran narkoba dinilai oleh Komisi III DPR menjadi kejahatan yang diwaspadai dengan penanganan yang harus terkoordinasi baik antar kementerian dan lembaga. Selain merusak generasi bangsa, Kasus TPPO dan narkoba juga merampas hak asasi kemanusiaan hingga mengancam keselamatan jiwa korban. (*)