Pengalaman Pahit Pemilu 2019 Jangan Terulang di 2024
RIAUMANDIRI.CO - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia menilai Pemilu 2024 adalah pemilu transisi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Pengalaman pahit yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu, diharapkan tidak terulang lagi di 2024.
"Saya kira kita semua telah bersepakat bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu transisi yang sangat penting bagi kita," kata
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfuz Sidik saat memberika pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk Menakar Format Koalisi Capres pada Pemilu 2024, Rabu (2/8/2023) petang.
Mahfuz dalam diskusi yang dihadiri Ketua Bapilu Partai Nasdem Effendi Choirie, Sekjen PPP Arwani Thomafi dan Sekjen PBB Afriansyah Noor itu mengatakan bangsa Indonesia pernah memiliki pengalaman pahit pada Pemilu 2019 lalu, dimana terjadi pembelahanan politik yang begitu luas dan dalam.
"Sampai akhirnya kita setiap hari harus disisipkan dengan kosa kata cebong, kampret dan seterusnya. Dan itu saya kira tidak perlu terjadi lagi," katanya.
Mahfuz mengatakan, ada satu modalitas penting yang sudah didapatkan pada hari-hari ini, yakni dimana partai-partai Islam telah terdistribusi di tiga formasi koalisi calon presiden (capres).
"Walaupun di partai kita ini banyak kejutan-kejutan sampai akhir, tapi mudah-mudahan kejutannya tidak sampai menjauhkan dari proses pemilu yang damai dan harmonis," ujarnya.
Dia berharap agar kepentingan masyarakat secara umum tetap harus diutamakan, dimanapun posisi politiknya. Sebab, pada akhirnya semua pihak akan memiliki titik-titik persamaan demi kepentingan publik yang lebih besar.
"Saya kira ini, satu hal yang ingin saya highlight terus. Tetapi saya mau mengingatkan, bagaimana agar pileg tetap tidak terleminasi oleh isu pilpres. Jangan sampai nanti capres kita sukses, tapi target kita di pileg jadi berantakan karena perhatian masyarakat begitu dominan dengan isu pilpres," katanya.
Partai Gelora, lanjut Mahfuz, sejak awal sudah meminta agar pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) dengan pemilihan presiden (pilpres) dipisahkan.
Namun, hal itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan diputuskan pelaksanaan pileg dan pilpres tetap berlangsung serentak pada Pemilu 2024.
"Jadi memang soal pileg dan pilpres ini perlu mendapatkan perhatian. Kami setahun yang lalu, meminta untuk meninjau kembali keputusan tentang penyelenggaraan pileg dan pilpres secara bersamaan. Mudah-mudahan ini bisa jadi agenda bersama nantinya," harap Mahfuz.
Mahfuz menegaskan, pelaksanaan pileg dan pilpres secara bersamaan tidak menciptakan efiesiensi, malahan sebaliknya. Pelaksanaan pemilu justru kurang mendapatkan atensi dari pemilih.
"Karena kuatnya perhatian ke pilpres dibandingkan ke pileg, maka menyebabkan terjadinya pembelahan di akar rumput. Bahkan sudah 5 tahun berlalu, elitenya sudah terkonsolidasi, tapi sisa-sisa pembelahan di masyarakat ini yang nampaknya belum belum tuntas sampai sekarang," jelasnya.
"Tapi mudah-mudahan pembelahan politik yang terjadi di 2019 ini tidak terjadi. Karena jika itu terjadi lagi, ongkos terbesar itu ditanggung oleh masyarakat," kata pungkas Mahfuz. (*)