SMAN 8 Pekanbaru Temukan KK Palsu Pendaftar PPDB
RIAUMANDIRI.CO - Berbagai cara digunakan pendaftar untuk dapat masuk sekolah yang diinginkan saat Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) dibuka, salah satunya dengan memalsukan data kependudukan. Seperti yang terjadi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 8 Pekanbaru.
Pihak sekolah di sana menemukan penggunaan Kartu Keluarga (KK) palsu oleh pendaftar saat mendaftar masuk di sekolah tersebut. Jumlahnya mencapai 31 KK.
Wakil Humas SMAN 8 Pekanbaru, Reni Erita, membenarkan perihal itu. Berawal dari kecurigaan pihaknya, dan langsung berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Pekanbaru.
"Karena penemuan tersebut, KK PPDB dengan sistem zonasi kami kirimkan ke Disdukcapil. Hasil verifikasi ditemukan 31 KK telah dipalsukan," jelas Reni, Selasa (4/7/2023).
Dari hasil koordinasi tersebut, sebut Reni, didapati bahwa sejumlah KK itu sebenarnya berada jauh di luar jangkauan zonasi SMA N 8 Pekanbaru, bahkan ada luar di daerah.
Akhirnya, pihak sekolah membuat keputusan untuk mencoret calon peserta didik itu dari proses pendaftaran. "Kami sudah blacklist nama 31 anak-anak tersebut. Jadi mereka tidak bisa masuk ke sekolah kami melalui jalur manapun," paparnya.
Reni melanjutkan, hingga kini belum melaporkan temuan ini ke Dinas Pendidikan, sebab pihaknya masih fokus pada proses PPDB.
"Kami ingin betul-betul terbuka dalam proses penerimaan. Semoga tahun depan tak terjadi hal serupa," katanya mengakhiri.
Ombudsman Riau Terima 18 Laporan
Sementara, Ombudsman RI Perwakilan Riau setidaknya sudah mencatat sebanyak 18 laporan terkait PPDB Tahun 2023. Ada beberapa sekolah tingkat menengah atas yang masuk dalam laporan tersebut.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Riau, Bambang Pratama menuturkan, laporan itu diadukan oleh para orang tua yang hendak memasukkan anaknya sekolah, dan juga ada dari kuasa hukum. Adapun yang SMA Negeri yang dilaporkan terbanyak ialah SMAN 8 Pekanbaru, dengan 13 laporan.
Dari laporan itu, pihak Ombudsman telah turun dan menelusuri laporan untuk ditindaklanjuti.
"Untuk PPDB ini, kita akan serius, kita sudah buat posko pengaduan juga. Dari awal kita sudah melakukan kajian hingga nanti berakhirnya PPDB," jelas Bambang Pratama, belum lama ini.
Terkhusus di SMAN 8 Pekanbaru, Bambang menceritakan, tim Ombudsman Riau sudah turun pada Juni lalu. "Kita akan mengecek kembali apakah laporan sudah ditindaklanjuti atau belum," ungkapnya.
Bambang Pratama menerangkan, hal yang palingan banyak dilaporkan ke Ombudsman Riau terkait dengan zonasi, pelapor menduga ada permainan yang dilakukan panitia PPDB di jalur zonasi.
Selain itu ada juga laporan yang sebenarnya adalah salah persepsi dan kurangnya sosialisasi dari panitia, prestasi olahraga yang didapatkan siswa dari event yang diselenggarakan kabupaten atau kota, tidak masuk dalam persyaratan PPDB.
"Panitia memandang prestasi olahraga harus diselenggarakan provinsi hingga tingkat atas dan ini terjadi di SMAN 10 pekanbaru," sebutnya.
Selain itu ada juga laporan di SMAN 4 Pekanbaru terkait dengan zonasi, yang mana rumah dari pelapor di dalam kawasan blank spot atau tidak masuk dalam kawasan zonasi sekolah. "Diukur rumahnya tidak masuk (kawasan sekolah). Ini sebenarnya menjadi masalah utama," ujarnya.
Ombudsman Riau mengimbau masyarakat untuk berani memberikan informasi dan melaporkan potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan PPDB.
Disdik Klaim PPDB di Riau tak Ada Kendala
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Riau, Kamsol menegaskan, bahwa secara pelaksanaan tidak ada kendala dalam PPDB tahun 2023.
Hanya saja, kata dia, memang ada banyak orang tua atau wali murid calon siswa yang menginginkan anak mereka bisa mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Hal ini disampaikan Kamsol saat ditemui di kediaman Gubernur Riau, Jalan Diponegoro, Senin (3/7).
Dalam kesempatan itu, dia juga menanggapi soal itu titip nama di KK yang kini tengah berhembus, agar anak mereka memenuhi syarat secara zonasi.
Menurutnya, pemerintah telah mengharuskan kepada pihak sekolah untuk melakukan verifikasi terhadap data-data calon siswa yang sekiranya meragukan.
Kamsol menegaskan, hal ini memunculkan banyak tuntutan dari wali murid agar dilakukan verifikasi faktual. Namun yang terpenting, menurutnya, sekolah tetap harus menjalankan PPDB sesuai dengan ketentuan berlaku, yakni Pergub dan Juknis.
“Kalau di Juknis Pergub itu kan, untuk KK minimal dua tahun. Memang tidak dibunyikan ini anak siapa, bisa saja keponakan, atau anak kandung yang sudah lama. Cuma, sekolah harus memverifikasi benar nggak KK itu ada dan rumahnya sesuai dengan keterangan yang ada di KK,” tuturnya.
Dalam prosesnya, kata Kamsol, ada data yang tertera benar, ada juga tidak. “Nah, yang tidak ini harus dilakukan verifikasi. Nah, kondisinya seperti itulah yang terjadi,” tuturnya.
“Kita bisa memaklumi lah semua orang tua ingin anak mereka masuk ke sekolah negeri, namun ada memang yang tidak memenuhi syarat. Makanya kami harapakan sekolah swasta berperan di sini,” tuturnya.