Targetkan Dividen BUMN Rp80,2 T, PKS: Erick Thohir Jangan Tebar Pesona
RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI dari Mulyanto mengingatkan Menteri BUMN Erick Thohir agar mengukur kemampuan BUMN dalam memberikan dividen kepada negara.
"Erick Thohir jangan memaksakan kehendak dan sekedar tebar pesona dengan menargetkan dividen tinggi bila ternyata mengorbankan dan membahayakan keberlangsungan BUMN," kata Mulyanto kepada media ini, Selasa (9/5/2023).
Seperti diberitakan media massa, Menteri BUMN menargetkan total dividen yang dikontribusikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp80,2 triliun pada 2023 buat negara, terbesar sepanjang sejarah. Dividen PLN sendiri ditargetkan sebesar Rp2,18 triliun.
Lebih khusus lagi, anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi monyoroti dividen PLN yang ditarget sebesar Rp2,18 triliun. "Kita harus menyampaikan data keuntungan BUMN termasuk PLN tersebut secara lebih proporsional dan real," kata Mulyanto.
Mulyanto mengatakan, pemerintah jangan menyembunyikan fakta di balik angka Rp2,18 triliun yang menjadi target dividen PLN di tahun 2023 tersebut. Hal ini perlu diungkap agar publik tidak salah paham.
Mulyanto mengakui, memang terjadi kenaikan laba bersih PLN di tahun 2022 yakni menjadi sebesar Rp14,4 triliun dari sebelumnya sebesar Rp13.17 triliun. Namun net profit margin PLN (laba bersih dibagi pendapatan) masih sekitar 3,3 persen. Jauh di bawah rerata net profit margin industri listrik tahun 2022, yang sebesar 7 – 10 persen.
"Selain itu, catatan pentingnya adalah laba bersih tersebut muncul setelah Pemerintah membayar dana subsidi dan kompensasi listrik, yang pada tahun 2022 mencapai sebesar Rp122 triliun. Bila Pemerintah menunggak pembayaran, maka laba PLN tentu akan menjadi negatif," terang Mulyanto.
Menurut Mulyanto yang juga penting diungkap adalah beban utang PLN masih tinggi, sekitar Rp500 triliun. Pada tahun 2022 bunganya saja mencapai sebesar Rp17 triliun. Ini tentu mengurangi kemampuan PLN untuk berinvestasi.
Di tahun 2022 Pemerintah menyuntikkan dana PMN untuk PLN sebesar Rp5 triliun, yang digunakan untuk menyediakan listrik di daerah terdepan, terpencil dan tertinggal (3T). Tahun sebelumnya dana penyertaan modal negara (PMN) ini mencapai Rp10 triliun.
"Di sisi lain, surplus listrik di Jawa-Sumatera makin menekan keuangan PLN karena mereka harus membayar listrik yang tidak terpakai akibat skema TOP (take or pay) dalam perjanjian jual-beli listrik swasta," lanjut Mulyanto.
Mulyanto menambahkan ke depan di era Energi Baru Energi Terbarukan (EBET), dimana Pemerintah akan mengurangi pembangkit PLTU, termasuk program penutupan dini PLTU, juga makin menekan aspek keuangan PLN.
Sebab kontribusi PLTU masih sekitar 70 persen sementara Biaya Pokok Produksi (BPP) PLTU masih jauh lebih murah dari pada listrik EBET.
"Dengan melihat gambaran makro kondisi PLN tersebut, kita faham bahwa bisnis PLN ini masih tertekan dan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah.
"Angka target deviden PLN yang sebesar Rp2,18 triliun sebenarnya hanya pemanis saja dari kantong kiri ke kantong kanan Pemerintah. Jadi Menteri BUMN jangan terlalu tebar pesona soal ini," tandas Mulyanto. (*)