Menhut Tinjau Ulang Izin Perusahaan Berkonflik
PEKANBARU (HR)-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, menegaskan, pihaknya akan meninjau ulang izin perusahaan perkebunan maupun kehutanan yang berkonflik di Riau. Bila diketahui ada perusahaan yang melanggar, sanksi segera dijatuhkan.
Hal itu diungkapkannya saat kunjungan kerja ke Pekanbaru, Rabu (6/5). Diakuinya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(Kemen LHK) banyak menerima pengaduan dari masyarakat, terkait konflik yang terjadi di lapangan. Termasuk permasalahan izin perusahaan.
"Kita betul-betul me-review izin-izin itu. Begitu pula penyebab terjadinya konflik, bagaimana aturan-aturannya. Jadi kalau masyarakat meminta dicabut izin perusahan tidak mudah, akan dipelajari dulu. Banyak hal yang akan kita jalani. Kita sedang menata banget deh," kata Menteri.
Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang izinnya diduga tidak ada atau perusahaan yang meminta izin langsung dari pusat. "Izin-izin itukan ada stratanya, ada yang dikeluarkan oleh bupati dulu, kemudian juga ada yang direkomendasikan oleh gubernur. Lalu dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, memang stratanya seperti itu," jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Menteri Siti Nurbaya juga menyatakan dukungannya terhadap DPRD Riau,Menhut yang telah membentuk panitia khusus (Pansus) lahan. Ia menilai, kebijakan Dewan tersebut bisa membantu pemerintah dalam mengawasi perusahaan-perusahaan perkebunan maupun kehutanan di Riau.
"Jadi bagus kalau DPRD membentuk Pansus, jadi nanti bisa berinteraksi dengan Kementerian. Kita malah bisa menyelesaikan dengan cepat. Rekomendasinya bisa kita terima," tambahnya.
Dijelaskan Menteri, perusahaan-perusahaan yang tidak menjalankan peraturan seperti yang telah ditetapkan pemerintah, berarti telah merusak, termasuk merusak lingkungan. Sehingga perusahaan seperti itu wajib dikenakan sanksi.
"Bayangkan kalau dia merusak bakal dikenakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013. Udah mati dia, dari satu aspek itu aja udah kena dia," tegas Menteri.
Sementara itu, untuk menghindari terjadinya perambahan hutan dan pembukaan lahan baru yang ada di Indonesia, Pemerintah pusat telah memperpanjang moratorium izin hutan. "Moratorium kita perpanjang. Jadi izin-izin hutan dan perusahaan perkebunan di kawasan hutan, dihentikan dulu hingga dua tahun ke depan," tegas Mentri.
Bela Masyarakat
Seperti diketahui, konflik lahan tersebut saat ini juga telah berimbas kepada kepala daerah. Seperti dialami Bupati Rokan Hulu, Achmad, yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus panen buah sawit di lahan yang dikelola PT Bumi Murni Panca Jaya (BMPJ).
Menurut Kabag Tata Pemerintahan Sekdakab Rohul, M Zaki, hal itu dilakukan Bupati Rohul Achmad demi membela 710 Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Kepenuhan Timur.
Ssesuai kesepakatan yang dituangkan dalam MoU antara Koperasi Sawit Timur Jaya dengan PT Agro Mitra Rokan, Koperasi Timur Jaya menunjuk PT Agro Mitra Rokan untuk pekerjaan lahan milik koperasi untuk dikembangkan dalam pembangunan kebun kelapa sawit melalui pola KKPA sejalan dengan surat penyerahan dan pernyataan untuk pembukaan lahan perkebunan oleh perangkat desa.
Atas dasar itu, pada 4 Desember 2007 lalu, Bupati Rohul dalam SKnya No. 525/M/2007/474, memutuskan penetapan penerima pemilik kaplingan KKPA Desa Kepenuhan Timur dengan jumlah peserta sebanyak 710 Kepala Keluarga (KK). Selanjutnya pada Januari 2008 PT Agro Mitra Rokan mulai membangun kebun kelapa sawit inti dan plasma dengan pembukaan lahan baru sesuai peta izin lokasi yang dikantonginya.
Pada 21 Mei 2008, Bupati Rohul mencabut persetujuan izin prinsip pencadangan lahan seluas 700 hektare melalui suratnya No.100/PEM/2008/476 yang telah diterbitkan untuk PT Budi Murni Panca Jaya. Hal itu disebabkan adanya kekeliruan yang berdasarkan berita acara rapat tapal batas, surat pernyataan bersama kepala desa Kepenuhan Timur dan Kelurahan Kepenuhan Tengah, beserta camat.
Ditambahkannya, pada Juni 2012, lahan yang telah diambil alih kembali oleh PT AMR mulai berproduksi. Namun PT BMPJ belum mengakui kepemilikan lahan yang telah dikuasai PT AMR dan akhirnya melaporkan hal itu ke Polda Riau. "Berdasarkan hal itu, kami menilai tindakan Bupati Rohul sudah tepat, karena membela 710 warga yang tergabung di kelompok tani,” tutupnya. ***