Perang Perebutan Kekuasaan di Sudan, Komisi I DPR Berharap Evakuasi 850 WNI Berjalan Lancar
RIAUMANDIRI.CO - Sebanyak 850 warga negara Indonesia (WNI) akan dievakuasi dari Sudan. Kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa yang sedang menimba ilmu di negara tersebut.
Mereka dievakuasi dari negara tersebut karena adanya pertempuran antara dua faksi militer Sudan dengan pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) pecah sejak Sabtu (15/4/2023).
Konflik yang dipicu perebutan kekuasaan dua faksi militer utama, mengakibatkan gagalnya proses transisi pemerintahan sipil sejak digulingkannya pemimpin diktator Omar al-Bashir.
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani berharap proses evakuasi terhadap WNI tersebut berjalan lancar, aman dan dalam kondisi selamat sampai tiba di tanah air.
"Keputusan melakukan evakuasi menjadi langkah tepat untuk situasi yang terus memburuk di Sudan saat ini. Sama halnya negara lain yang mulai mengevakuasi warganya. Kami berharap WNI kita yang akan mulai keluar dari Sudan bisa selamat sampai tiba di tanah air," kata Christina dalam keterangannya, Senin (24/4/2023).
Berdasarkan komunikasi dengan Dirjen Protokoler Konsuler Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, proses evakuasi dilakukan melalui jalan darat dari Khartoum ke Pelabuhan Sudan dengan jarak sekitar 1.200 km.
Selanjutnya WNI akan menyeberang menggunakan kapal menuju Jeddah, lalu diterbangkan dari Jeddah ke Jakarta.
"Proses ini tentu tidak mudah. Kita doakan semuanya berjalan lancar, tidak ada hambatan berarti khususnya dalam perjalanan menuju pelabuhan Sudan," katanya.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa 413 korban tewas selama pertempuran militer di Sudan.
Menurut data pemerintah Sudan, sebanyak 413 korban tewas dan 3.551 orang terluka, kata Juru Bicara WHO Margaret Harris dalam konferensi pers Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (21/4).
Sementara itu, badan anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan sedikitnya sembilan anak dilaporkan tewas dalam pertempuran di Sudan, dan lebih dari 50 anak terluka parah.
Lebih lanjut Margaret mengatakan bahwa telah terjadi 11 serangan terhadap fasilitas kesehatan, termasuk 10 serangan sejak 15 April 2023.
“Menurut Kementerian Kesehatan Sudan, jumlah fasilitas kesehatan yang berhenti beroperasi sebanyak 20 unit. Dan masih menurut angka Kementerian Kesehatan, jumlah fasilitas kesehatan yang berisiko berhenti adalah 12,” kata Harris, Sabtu (22/4).
Situasi tersebut, kata dia, tidak hanya berdampak pada korban pertempuran, tetapi juga orang-orang lain yang membutuhkan pelayanan kesehatan. (*)