Eks Bendahara RSUD Bangkinang Dijebloskan di Lapas Bangkinang
RIAUMANDIRI.CO- Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan penahanan terhadap tersangka Arvina Wulandari. Terhadapnya saat ini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bangkinang.
Arvina merupakan tersangka dugaan korupsi yang terjadi di Badan Layanan Umum (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang. Saat rasuah terjadi, dia menjabat sebagai Bendahara.
Perkara tersebut sebelumnya ditangani penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau. Dalam proses penyidikan, Korps Bhayangkara itu telah memeriksa puluhan saksi. Keterangan mereka telah tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam proses penyidikan, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti. Diantaranya, 2 unit mobil Pajero dan Honda Jazz, dan sertifikat hak milik (SHM) dari tersangka.
Selain itu, penyidik juga menemukan transaksi uang masuk ke rekening tersangka senilai Rp800 juta lebih.
Penyidik selanjutnya melimpahkan berkas perkara ke Jaksa Peneliti pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau. Setelah beberapa kali penelitian berkas, Jaksa menyatakan berkas perkara lengkap atau P-21 pada 4 April 2023 kemarin.
Selanjutnya, penyidik melimpahkan kewenangan perkara ke JPU. Tahap II tersebut dilaksanakan di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kampar.
"Benar. Hari ini sudah kita terima pelimpahan tahap II dari penyidik," ujar Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kampar, Marthalius, Senin (10/4).
Saat tahap II itu, kata Marthalius, Tim JPU memeriksa secara seksama barang bukti perkara yang diserahkan penyidik, termasuk juga tersangka. Selanjutnya, Tim JPU menetapkan melanjutkan penahanan terhadap tersangka.
"Tersangka ARV (Arvina Wulandari, red) ditahan di Lapas Bangkinang untuk 20 hari ke depan," sebut mantan Kasi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan (PB3R) Kejari Pelalawan itu.
Dengan telah dilaksanakannya tahap II, Tim JPU sebut dia, selanjutnya akan menyiapkan administrasi pelimpahan berkas perkara. Termasuk di dalamnya surat dakwaan.
"Dalam waktu dekat, berkas perkara segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru untuk disidangkan," imbuh Marthalius seraya mengatakan, ada 9 orang Jaksa bertindak sebagai Penuntut Umum. Para Jaksa itu gabungan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau dan Kejari Kampar.
"4 dari Kejati dan 5 dari Kejari Kampar," pungkas Marthalius.
Dalam perkara korupsi, modus operandi yang dilakukan tersangka Arvina, yakni membuat pertanggung jawaban fiktif senilai Rp5.470.171.146,64. Lalu, membuat pertanggung jawaban lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya senilai Rp1.503.226.584,40. Terakhir, melakukan kelebihan sebesar Rp1.503.226.584,40 pada pembayaran
pihak ketiga senilai Rp18.848.450,00.
Akibat perbuatannya, timbul kerugian keuangan negara/daerah berdasarkan laporan hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI sebesar Rp6.992.246.181,04.
Adapun kronologis perkara, yaitu perincian pengeluaran dana yang dilakukan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran TA 2017 sebesar Rp37.749.183.280,00 dan TA 2018 sebesar Rp32.826.294.426,00.
Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD Bangkinang telah menyusun Buku Kas Umum (BKU) TA 2017 dengan realisasi belanja sebesar Rp39.369.282.438,70 dan pada TA 2018 sebesar Rp32.611.725.626,47.
Dalam penatausahaan keuangan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran terdapat penyimpangan. Yakni, proses pelaksanaan penatausahaan keuangan yaitu Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD bangkinang tidak tertib menatausahakan BKU meliputi melakukan pencatatan transaksi pengeluaran pada BKU TA 2017 dan TA 2018 tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban.
Dia tidak mencatat transaksi pembayaran jasa pelayanan pada BKU TA 2017 dan mencatat transaksi pengeluaran di BKU tidak berdasarkan tanggal pembayaran dan tidak melakukan tutup buku secara periodik.
Lalu, pencairan dana BLUD RSUD Bangkinang tidak didukung dengan rekapitulasi nominal surat pertanggungjawaban (SPJ) yang telah disetujui pejabat yang berwenang. Proses pertanggungjawaban, yaitu pengeluaran kegiatan TA 2017 dan TA 2018 yang tidak dilaksanakan (fiktif) pada meliputi obat-obatan, bahan habis pakai kesehatan, makan minum pasien, jasa pelayanan, biaya operasional, honor dewan pengawas, administrasi, uang muka pekerjaan, sarana prasara, barang dan jasa dan bahan bakar minyak sebesar Rp5.470.171.146,64.