Mulyanto Desak KPK Usut Dugaan Korupsi PNBP di Ditjen Minerba
RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak KPK untuk menindaklanjuti laporan adanya dugaan korupsi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di Direktorat Jenderal Minerba, Kementerian Energi Sumber Daya Miniral (ESDM).
Mulyanto menyebut KPK perlu segera memeriksa laporan tersebut karena nilai kerugian negara cukup besar. Ia berharap pemeriksaan ini bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk membongkar kasus korupsi lain yang lebih besar.
"Langkah KPK memeriksa kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja birokrasi di Ditjen Minerba ini sangat bagus, apalagi kalau terus masuk ke potensi korupsi yang lebih material seperti penyimpangan PNBP batubara, nikel dll. Tentunya kita tidak ingin kalau KPK berhenti hanya pada kasus korupsi tunjangan kinerja ini saja," kata Mulyanto kepada media ini, Jumat (7/4/2023).
Mulyanto menjelaskan praktik korupsi di bidang minerba perlu mendapat perhatian. Sebab apabila pengawasan di sektor ini berjalan dengan baik, maka diyakini akan dapat mengoptimalkan penerimaan negara baik melalui mekanisme pajak maupun non pajak, yang ujung-ujungnya dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.
"Sebelumnya surplus APBN terjadi karena didorong oleh penerimaan negara dari komoditas ini, ketika harga internasional meningkat.
Apalagi kalau PNBP progresif batubara yang lebih proporsional terhadap harga batubara diterapkan, maka otomatis penerimaan negara ini akan melejit," lanjut Mulyanto.
Sebelumnya diberitakan Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) telah melaporkan adanya dugaan korupsi PNBP di lingkungan Dirjen Minerba Kementerian ESDM. CERI memberikan sejumlah data potensi kerugian negara kepada KPK sebagai bahan awal memeriksa dugaan korupsi tersebut.
Selain dugaan korupsi PNBP tersebut CERI juga mensinyalir masih ada praktik korupsi lain yang terjadi di Dirjen Minerba. Karena itu CERI berharap KPK bisa mengusut dugaan korupsi yang dilaporkan secara cepat sebagai pintu masuk mengusut dugaan kasus korupsi lainnya yang lebih besar. (*)