Dewan Nilai SK Bupati 504 Tahun 2001 tidak Relevan

BENGKALIS (HR)-Anggota DPRD Bengkalis, Syahrial menilai, SK Bupati Nomor 504 Tahun 2001 tentang Zona Larangan Penambangan Pasir Laut di Pulau Rupat dinilai sudah tidak relevan lagi diterapkan untuk saat ini karena sudah kadaluarsa.
Menurut Ketua Komisi II DPRD Bengkalis ini, Selasa (5/5), selain sudah terjadi pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti, dasar atau payung hukum SK tersebut juga sudah kadaluarsa atau telahdilakukan revisi Pemerintah Pusat.
“SK Bupati Nomor 504 Tahun 2001 itu acuannya adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, UU Nomor 24 Tahun 1997, UU Nomor 23 Tahun 1997, UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Sementara UU untuk Minerba (mineral dan pertambangan) yang dipakai sekarang adalah UU Nomor 04 Tahun 2009 serta UU Nomor 23 Tahun 2014 yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 01 Tahun 2014. Artinya SK tersebut sudah tidak relevan lagi dengan aturan yang lebih tinggi,” ujar Syahrial.
Pria asli Rupat itu meminta Pemkab Bengkalis merujuk kepada Undang-Undang terbaru, yaitu UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang kewenangan perizinan pertambangan. Dalam UU tersebut dikatakan yang memiliki kewenangan menerbitkan izin adalah Pemerintah Provinsi, sehingga tidak ada kewenangan Pemerintah Kabupaten.
Menurutnya, SK Nomor 504 itu sudah lari dari esensi persoalan, karena seharusnya dengan adanya kewenangan perizinan di tangan Pemerintah Provinsi, Bengkalis bisa mengambil manfaat dari kondisi tersebut. Pemkab Bengkalis bisa membuat kajian analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan mengajukannya pada RAPBD 2016.
“Amdal itu nantinya akan memuat tentang kawasan yang bisa dieksploitasi dan yang tidak. Selanjutnya Pemkab Bengkalis membuat kebijakan melalui SK Bupati, Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah (Perda) yang baru tentang kawasan pertambangan pasir laut untuk masyarakat. Untuk izinnya, Pemkab bisa mengajukan ke Pemprov Riau,” ujar Sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Bengkalis itu menyarankan.
Alasan perlunya dibuka area atau kawasan pertambangan pasir laut rakyat, menurut Syahrial karena di Pulau Rupat, ratusan keluarga menggantungkan hidupnya dari penambangan pasir laut yang boleh dikategorikan ilegal sekarang ini. Disinilah menurutnya, peran pemerintah untuk menyelamatkan hajat hidup orang banyak dipertanyakan, termasuk soal payung hukumnya.
“Kalau perizinan pertambangan minerba itu kewenangan provinsi, kita bisa membuat kajian, mengatur tata kelola penambangan pasir laut untuk rakyat dan mengajukan izin ke Pemprov Riau. Logikanya, kok perusahaan besar bisa mendapat izin menambang pasir laut di Rupat, sementara warga Rupat sendiri tidak boleh, karena diganjal SK Bupati 504 yang sudah kadaluarsa tersebut. Pemkab Bengkalis harus pro aktif, jangan tidur terus,” tanya Syahrial.***