Terlibat Korupsi, Dewi Farni Dja'far Hanya Divonis 14 Bulan Penjara
RIAUMANDIRI.CO - Dewi Farni Dja'far Denai dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian kredit refinancing kepada debitur PT Barito Riau. Kendati begitu, oknum notaris itu hanya divonis 14 bulan penjara.
Putusan itu disampaikan majelis hakim yang diketuai Dahlan pada sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (23/2). Selain hakim, di ruang sidang hadir Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Penasihat Hukum terdakwa.
Terdakwa sendiri mengikuti sidang secara virtual dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Pekanbaru, tempat dia ditahan.
Dalam putusannya, hakim menyatakan Dewi Farni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu tindak pidana korupsi. Hal itu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kedua Subsidair, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagai diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
"Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan dan denda sejumlah Rp50 juta subsidair 2 bulan kurungan," ujar salah seorang anggota Tim JPU, Dewi Shinta Dame Siahaan usai persidangan.
Putusan itu sangat rendah dibandingkan tuntutan JPU sebelumnya. Dimana Jaksa menginginkan Dewi Farni dihukum 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta subsidiair pidana kurungan selama 3 bulan.
Menurut Jaksa, Dewi Farni Dja'far bersalah melakukan tindak pidana membantu tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Dakwaan Kedua Primair. Yaitu, Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagai diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 56 ayat (1) KUHP.
Atas vonis putusan tersebut, Jaksa menyatakan pikir-pikir. Hal yang sama juga disampaikan terdakwa. "Kita pikir-pikir," tegas Dame. Masa pikir-pikir itu adalah 7 hari untuk menentukan sikap, menerima atau menolak putusan tersebut
Diketahui, perbuatan rasuah yang menjerat oknum notaris itu bermula pada tahun 2008 lalu. Saat itu, diduga terjadi tindak pidana korupsi dalam proses pemberian Kredit refinancing kepada Debitur PT BRJ. Rinciannya, sebesar Rp17 miliar pada tahun 2007, dan Rp23 miliar pada tahun 2008.
Dewi Farni yaitu orang yang membantu dan atau turut melakukan pemenuhan salah satu syarat permohonan kredit maupun pencairan kredit atas penambahan plafon kredit investasi refinancing yang diajukan oleh debitur PT Barito Riau Jaya kepada PT BNI Pekanbaru sebesar Rp23 miliar tahun 2008.
Adapun peran Dewi Farni saat itu adalah membuat / menandatangani cover note yang isinya tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal ini kemudian merupakan perbuatan melawan hukum dalam perkara ini.
Akibatnya PT BNI SKC Pekanbaru mengabulkan permohonan kredit dimaksud yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp37.095.000.000.
Dalam kasus ini, enam tersangka telah dihadapkan ke persidangan dan divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ. Lalu, tiga pegawai BNI, Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.
Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.
Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi (Kuansing).
Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil pengusutan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada.
Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.
Informasi tambahan, untuk penggantian kerugian negara, dibebankan kepada Esron Napitupulu selaku Direktur Utama PT BRJ.(Dod)