Masyarakat Terpaksa Beli Pasir Balai Harga Mahal
BENGKALIS (HR)- Sesuai SK Bupati Bengkalis Nomor 504 Tahun 2001, tidak dibenarkan dilakukan penambangan, sehingga sudah sebulan lebih pasir pulau Rupat tidak pernah lagi masuk ke Bengkalis. Pengusaha material terpaksa mendatangkan dari Tanjung Balai Karimun dengan harga mahal.
Tekstur pasir Rupat dengan Balai memang sedikit berbeda. Pasir Rupat sedikit lebih halus jika dibanding dengan pasir Balai, sehingga berpengaruh jika digunakan untuk melaster dinding dan lainnya.
Tapi bukan hanya soal teksturnya saja yang berbeda, harganya juga ternyata beda. Harga pasir Balai jauh lebih mahal dibanding Pasir Rupat. Pasir Balai 1 kubik bisa mencapai Rp 285 ribu, sementara pasir Rupat lebih murah dari itu. “Sudah sebulan lebih tak masuk pasir dari Rupat, kita terpaksa beli pasir Balai,” ujar salah seorang pengusaha material bangunan, Senin (4/5).
Mahalnya harga pasir mungkin tidak begitu berpengaruh terhadap pengerjaan proyek di Bengkalis, karena penggunaan harga pasir Balai ini sudah diantisipasi sejak awal. Tapi mungkin tidak bagi masyarakat awam yang ingin membangun rumah atau lainnya. Mereka mulai berkeluh kesah dan berharap pasir dari Rupat tetap dibenarkan ditambang secara tradisional, sehingga mereka bisa mendapatkan harga pasir sedikit murah.
“Kalau proyek tak soal, karena harganya sudah dihitung sejak awal dan kalaupun mahal duit negara yang bayar. Yang pening kalau “proyek pribadi”, seperti kita-kita ini, beli pasir saja mampunya cuma per grobak, sekarang mahal pulak lagi,” keluh Epol warga Rimbas.
Sebelumnya, Ketua Komisi II DPRD Bengkalis, Syahrial mendesak agar Pemkab Bengkalis melegalkan aktifitas penambangan pasir secara tradisional di pulau Rupat, utamanya dibatas 4 mil yang menjadi kewenangan Pemkab Bengkalis. Hal tersebut tidak berlebihan, karena saat ini terjadi penambangan pasir secara besar-besaran di pulau Rupat yang izinnya dikeluarkan oleh Pemprov Riau.
Terkait persoalan tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bengkalis, H Burhanuddin menegaskan, bahwa Surat Keputusan (SK) Bupati Bengkalis nomor 504 tahun 2001 tentang zona pelarangan eksplorasi pasir laut sampai saat ini masih berlaku, sebelum dilakukannya revisi SK tersebut.
Penegasan itu disampaikan Burhanuddin di ruang kerjanya akhir pekan lalu, terkait dengan sikap Pemkab bengkalis soal SK Bupati nomor504 tahun 2001 yang disebutkan ketua KomisiII DPRD Bengkalis Syahrial ST sudah kadaluarsa. Menurut Sekda, meskipun kabupaten Kepulauan Meranti sudah berpisah, tapi SK pelarangan zona penambangan pasir laut tersebut masih diberlakukan di Kabupaten Bengkalis.
“Kalau Kabupaten Kepulauan Meranti sudah pisah dengan kita, bukan berarti SK Bupati itu kadaluarsa. Kabupaten Meranti tentu saja tidak memakai SK 504 tersebut, karena mereka sudah menjadi kabupaten otonom sendiri, tetapi kita kabupaten induk-kan yang membuat SK tersebut,” jelas Burhanuddin menyikapi hal tersebut.
Diakui Sekda, memang SK Bupati 504 itu harus dilakukan revisi sesuai dengan Kebutuhan saat ini, akan tetapi sebelum ada revisi dan SK Bupati yang baru tentang eksplorasi pasir laut, SK lama masih tetap dipergunakan. Sehingga dalam pelaksanaan di lapangan terkait penambangan pasir laut yang marak di perairan Rupat saat ini, Pemkab Bengkalis tetap mempunyai dasar hukum.
Bupati kata Sekda, sudah memerintahkan untuk dilakukan revisi terkait SK tersebut kepada SKPD bersangkutan, yaitu Dinas Pertambangan dan energi (Distamben) Bengkalis. SK 504 yang ditandatangani Bupati sebelumnya, H Syamsurizal jelas menyatakan pelarangan eksplorasi pasir laut dibawah zona 4 mil, yang merupakan kewenangan pemerintah daerah dalam perizinan.
“SK itu memang harus dilakukan revisi. Tapi untuk setakat ini, kita tetap mempergunakan SK 504 sampai terbitnya SK baru yang mengatur penambangan pasir laut. Dan masalah penambangan pasir laut yang terjadi di perairan Rupat sekarang ini bukan kewenangan Pemkab bengkalis, karena mereka mengeksplorasi pasir laut diatas zona 4 mil, artinya itu wewenang Pemerintah Provinsi,” ujar Sekda.***