Edukasi Berjilbab bagi Peserta Didik

Edukasi Berjilbab bagi Peserta Didik


Bagi seseorang yang telah menetapkan Islam sebagai agamanya, baik sejak lahir maupun setelah kelahiran, agar dijamin keselamata hidupnya di dunia dan diakhirat nanti, mau tidak mau, suka tidak suka, nyaman atau tidak, maka semua aturan, semua kewajiban harus dilaksanakan. Dan semua larangan dihentikan dengan tetap menjaga disiplin, agar hidup di dunia menjadi terhindar dari semua permasalahan.
Semua perbuatan jelek itu dapat diantisipasi apabila orang itu menjalankan semua aturan yang telah ditetapkan oleh Allah  melalui agama Islam dengan tepat dan benar. Sebaliknya, jika semua aturan itu dilalaikan dan diabaikan maka sanksinya cepat atau lambat pasti akan tiba.
Salah satu aturan yang perlu dipatuhi oleh umat muslim adalah tentang berpakaian. Setiap umat muslim harus senantiasa menutup auratnya ke mana saja dia bepergian, baik ke kantor, pasar, mal, sekolah dan ke tempat lainnya, kecuali dalam rumah yang di dalamnya  terdapat keluarga dekat.
Seperti dijelaskan dalam Alquran surat Annur ayat 31 yang artinya: "Katakanlah kepada wanita beriman, hedaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali yang biasa nampak darinya, dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka, putra-putra mereka, putra-putra suami mereka, saudara saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara laki laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka, wanita wanita Islam, budak yang mereka miliki, atau pelayan laki laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, anak anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang orang yang beriman supaya kamu beruntung".
Ada 2 macam perhiasan perempuan itu. Pertama, perhiasan dalam, contohnya rambut, kepala, leher, tengkuk dan gelang kaki. Kedua, perhiasan luar, di antaranya cincin dan gelang, maka perhiasan itu wajib ditutup jika di hadapan laki laki yang bukan mahram dan tidak halal untuk ditampakkan kecuali di hadapan laki laki yang telah disebutkan dalam surat di atas.
Dalil lainnya yang mewajibkan wanita dewasa berjilbab, bersumber dari Aisyah, sabda Rasululla saw: "Tidak diperkenankan seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, jika sampai usia balig menampakkan anggota badannya selain muka dan kedua tangannya sampai di sini, sambil menunjuk setengah hasta".
Hijab menurut bahasa artinya dinding pemisah, atau tabir karena depolitisasi maka hijab beralih menjadi jilbab. Pakaian penutup kepala bagi perempuan di Indonesia semula lebih dikenal dengan kerudung, pada permulaan tahun 1980 menjadi lebih populer dengan istilah jilbab. Jilbab bukan lagi fenomena kelompok sosial tertentu; tetapi sudah menjadi fenomena seluruh lapisan masyarakat. Di Indonesia jilbab itu dikenal sebatas penutup kepala sedangkan di Arab jilbab itu menutupi seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan.  
Alquran tidak pernah menyinggung bentuk pakaian secara khusus, namun beberapa syarat yang tanpanya hijab itu tidak syah. Pertama, menutupi seluruh badan kecuali wajah dan dua telapak tangan yang dikerjakan ketika memberi kesaksian maupun salat. Kedua, tidak sobek dan tidak menampakkan bagian tubuh atau perhiasan dan tidak boleh menyerupai laki laki. Ketiga, tidak memakai kain yang mencolok atau kain yang penuh gambar. Ketiga, harus lapang dan tidak sempit, sehingga tidak menggambarkan fostur tubuh. Kempat, tidak memperlihatkan sedikit pun kaki wanita.
Sejak bergulirnya reformasi, banyak daerah di Indonesia ini yang mewajibkan peserta didiknya memakai jilbab pergi ke sekolah, mulai dari TK sampai ke tingkat SLTA. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah pakaian jilbab itu sudah sesuai dengan ketentuan syar'i seperti yang disebutkan di atas?
Ketika mereka masih di tingkat SD dan belum baligh, tidak ada sanksi baginya walaupun salah dalam pemakaian, artinya mereka masih dalam tahap belajar, agar terbiasa bila sudah dewasa. Jika sudah duduk di SMP dan SMA yang sudah baligh maka memakai jilbab hukumnya adalah wajib.
Jika dibandingkan pakaian jilbab peserta didik yang belajar di sekolah agama atau pesantren dengan jilbab yang dipakai oleh peserta didik  di sekolah umum seperti SMA dan SMK, terlihat jauh sekali perbedaannya padahal mereka memiliki agama yang sama. Guru di sekolah umum tidak pernah melarang jika ada siswanya memakai jilbab sesuai dengan ketentuan, bahkan sering merazia siswanya yang tidak pakai pin, kalau tidak pakai pin leher bisa kelihatan.
Pernah ditanya salah seorang siswa yang memakai jilbab tidak sempurna, jawabnya agar tampak lebih gaul. Masya Allah. Padahal dari pakaian bisa kelihatan saleh atau tidak seseorang, seperti kata orang bijak “Setiap wanita berjilbab belum tentu saleh, tapi setiap wanita saleh pasti berjilbab”.
Peserta didik sebagai generasi terpelajar yang akan mewarisi tonggak estafet pembangunan dan kepemimpinan masa depan, perlu dibekali dengan berbagai kompetensi seperti pedagogig, iptek, sosial budaya dan lainnya. Tapi yang tidak kalah pentingnya adalah kompetensi dalam bidang akhlak, moral dan agama yang dapat memberikan arah dan tujuan dari semua kompetensi yang telah dimiliki.
Bila seorang peserta didik tidak lagi mematuhi perintah agama yang dianut, bagaimana meyakini bahwa mereka telah memiliki kompetensi akhlak, moral dan agama itu, apabila peserta didik tidak lagi peduli dengan perintah agama, akibatnya nanti kepercayaan diri mereka hilang. Mereka akan mudah terpengaruh dengan budaya globalisasi dan tidak lagi memiliki filter, sehingga dapat menyebabkan kehancuran masa depan baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Pekerjaan Rumah
Agama Islam punya aturan yang sama untuk setiap peserta didik di manapun mereka sekolah, baik di pesantren, sekolah agama maupun sekolah umum. Seharusnya dalam hal berbusana, mereka juga mempunyai aturan yang sama supaya lebih kelihatan Is
lami, peserta didik yang memiliki populasi yang terbanyak saat ini adalah yang duduk di sekolah umum, sedangkan sekolah agama dan pesantren hanya minoritas.
Khususnya untuk peserta didik muslim sebaiknya pakaiannya sama, agar tidak menimbulkan persoalan nanti yang disebabkan oleh pakaian, melalui stakeholder dan pengambil kebijakan sangat diharapkan kepedulian, sehingga nuansa regilius lebih kelihatan lagi di negeri ini, sebab pernah orang asing datang ke Indonesia mengatakan “dia tidak melihat Islam di negeri yang mayoritas muslim, tetapi melihat Islam di negeri yang minoritas muslim".
Semoga kata-kata itu tidak terdengar lagi untuk masa yang datang. Guru sebagai ujung tombak pendidikan, setiap hari bertemu dengan peserta didik. Semoga  tidak bosan-bosannya mengawasi muridnya dan senantiasa memberi nasihat agar tetap menjalankan perintah agama disertai dengan dalil-dalil yang berhubungan perintah dan larangan agama.                           
Orang tua yang paling bertanggung jawab, punya andil yang besar dalam memberi nasihat, wejangan, arahan, agar buah hatinya tetap berjalan di koridornya. Bila seorang anak gadis dewasa berangkat ke sekolah pakai jilbab, kemudian pulang, dan keluar ru
mah lagi tidak pakai jilbab, rasanya perlu diingatkan lagi. Sebab pakai jilbab bukan hanya ke sekolah saja, tetapi ke mana pergi dan jilbab itu merupakan identitas dari seorang muslimah.
Para ulama, cerdik pandai, tokoh masyarakat, setiap perkataannya didengar oleh banyak orang, semoga dengan segala upaya, dengan power yang dimiliki, tetap mengkritisi, tetap beraksi jika melihat generasi muda khusus pelajar melakukan penyimpangan, melakukan pelanggaran terhadap aturan agama yang sangat kita hormati yang senantiasa menjaga etika, moral dan tingka laku, sehingga dengan kerja sama yang baik akan menghasilkan bibit bibit unggul yang dapat mengubah bangsa ini menjadi lebih baik.***

Oleh: Suhendri Yamaha Putra (Guru SMA 2 Tambang, Kampar).