Jeritan Pilu Petani Kelapa Inhil
RIAUMANDIRI.CO - Seorang petani kelapa di Indragiri Hilir Provinsi Riau terduduk lesu duduk tersandar di pohon kelapa yang berbaris rapi di tanah warisan datuk moyangnya.
Namanya Mulyadi, warga Desa Teluk Kabung Kecamatan Gaung itu pasrah dengan keadaan, hasil kebun tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya
"Ekonomi semakin sulit. Ditambah lagi harga jual buah kelapa sangat murah," kata Mulyadi bercerita, Senin, 20 Februari 2023.
Walaupun harga kelapa murah, Mulyadi tetap bekerja. Ayah berumur 30 tahun yang menghidupi dua orang anak dan satu orang istri itu berkisah, sejak pandemi, kehidupan petani Inhil morat-marit, satu tahun lebih harga jual buah kelapa tak kunjung naik.
"Sampai saat ini harga kelapa jambul Rp1.400 hingga Rp1.600 perkilo, harga kelapa bulat licin Rp1.900 perkilo, apkir Rp900 perkilo, sedangkan kopra asalan Rp6.000 perkilo," terang Mulyadi lagi.
Buah kelapa seperti tidak berharga, kata Mulyadi, tidak sebanding dengan harga bahan pokok yang terus naik. Beras 20 kilogram Rp250.000, sedangkan 20 kilogram kelapa hanya dihargai Rp28.000.
"Bagaimana kami bisa hidup dengan keadaan seperti ini. Kami masyarakat petani hanya bergantung kepada kebun kelapa," tuturnya.
Bukan hanya Mulyadi, Iyan petani di Desa Tasik Raya Kecamatan Batang Tuaka juga mengeluh dengan harga jual kelapa yang masih di bawah Rp2.000 perkilo yang membuat petani terpukul.
"Satu tahun lebih harga jual kelapa dibawah Rp2.000, kondisi ini membuat masyarakat terpukul karena kebun kelapa satu satunya sumber mata pencaharian kami," kata Iyan menuturkan.
Bukan hanya buah kelapa bulat, harga jual buah pinang pun turun drastis dari tahun 2021 lalu hingga saat ini berkisar Rp6.000 perkilo gram yang membuat masyarakat petani menderita.
"Harga buah pinang super kering Rp6.000 perkilonya yang awalnya Rp18.000 perkilo gram," kata Iyan.
Padahal, papar Iyan, buah pinang merupakan komoditas kedua selain buah kelapa yang menjadi tanaman utama masyarakat Kecamatan Batang Tuaka, Kecamatan Gaung dan Gaung Anak Serka.
"Jika harga buah kelapa turun, sebelumnya kami masih bisa bertahan dengan buah pinang. Tapi sampai saat ini buah pinang pun turun drastis," ungkapnya.
Menurut Iyan, sebagian besar warga Indragiri Hilir menggantungkan hidupnya dari hasil kebun. Saat harga kebun terjun bebas seperti yang terjadi saat ini, warga pun semakin sulit perekonomian nya.
"Masyarakat tercekik, kepada siapa kami harus mengadu. Begitu sulitnya ekonomi saat ini," sambungnya.
Lesunya harga jual kelapa bulat dan buah pinang berdampak buruk kepada kesehatan kebun masyarakat petani. Bagaimana tidak, penjualan hasil pertanian tidak cukup untuk biaya operasional perawatan kebun mereka.
Menurut penuturan Mulyadi, hasil penjualan buah kelapa bulat dan pinang habis untuk biaya makan keluarganya. Sehingga untuk biaya perawatan kebun kelapa tidak mencukupi sehingga kebun mereka tidak terurus atau tidak terawat.
"Untuk biaya hidup saja sangat sulit, bagaimana kami mau merawat tanaman kebun kami yang seharusnya diberi pupuk agar kesehatan batang kelapa subur," kata Mulyadi.
Dikatakan Mulyadi, sebagai petani kelapa, berharap harga jual kelapa bulat dan buah pinang kembali membaik agar tidak terus berdampak kepada kesehatan kebunnya yang saat ini mulai mengering dan ditumbuhi semak-semak.
"Kami butuh biaya untuk membeli racun rumpun agar kebun kelapa kami tidak ditumbuhi semak belukar," ucapnya.
Sementara, menurut penuturan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Indragiri (UNISI), Zainal Arifin Hussein, SE.,ME, anjloknya harga jual buah kelapa dan buah pinang akibat terjadinya penurunan permintaan pasar.
"Ketika produksi pertanian terus berjalan, sedangkan permintaan pasar turun, akan terjadi over supply sehingga harga komoditas akan anjlok," kata Zainal Arifin yang juga merupakan anggota JIKALAHARI Riau.
Anjloknya harga jual komoditas tersebut sangat berdampak kepada kesejahteraan masyarakat petani. Bahkan berdampak kepada kesehatan kebun masyarakat itu sendiri sehingga menambah kantong kemiskinan di Indragiri Hilir.
Jika kondisi ini berlarut akibat lesunya permintaan global, papar Zainal Arifin, pemerintah harus mencarikan solusinya agar masyarakat tidak menjerit seperti saat ini. Salah satunya mengupayakan memproduksi turunan kalapa.
"Salah satu solusinya adalah meningkatkan konsumsi domestik dan petani perlu dibantu untuk meningkatkan nilai tambah produk turunan kelapa," paparnya.
Petani perlu peningkatan kapasitas untuk menciptakan produk turunan kelapa yang diterima pasar serta akses pasar yang luas, sehingga hasil pertanian Inhil memiliki nilai jual yang berujung kepada kesejahteraan masyarakat.
"Selama ini petani kita tidak banyak pilihan untuk menjual hasil produksi sehingga nilai tawar petani sangat rendah tergantung harga yang telah di tetapkan industri," sambungnya.
Bukan hanya harga jual komoditas, Zainal juga memaparkan ekosistem perkebunan kelapa rakyat yang saat ini makin hari makin tergerus akibat kondisi alam semakin ekstrim yang harus diselamatkan oleh pemerintah.
"Hari ini kondisi kebun masyarakat sangat kritis. Luas kebun kelapa berkurang disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah usia kebun kelapa yang sudah tua, abrasi/intrusi air laut," terangnya.
Jika kondisi ini dibiarkan, papar Zainal, khsususnya Indonesia bisa dikatakan bukan lagi negara penghasil kelapa nomor satu di dunia, karena kabupaten Indragiri Hilir dulunya dikenal hamparan kelapa terluas di Indonesia.
"Boleh saja kita mempertahankan Inhil menjadi negeri hamparan kelapa dunia tapi harus diimbangi dengan memberikan perhatian dan dukungan yang dibutuhkan petani," sebutnya.
Selanjutnya mengenai banyaknya masyarakat petani berpindah komoditas lain seperti sawit dan pinang. Kondisi ini bukan tampa sebab, dikarenakan harga jual buah kelapa terus merosot tajam sehingga masyarakat mengubah lahan pertanian mereka.
"Berpindahnya petani ke komoditas lain seperti sawit dan pinang, regenerasi petani, ini tidak terlepas dari minimnya dukungan pemerintah terhadap petani kelapa," ungkap Zainal.