Penyidik Koordinasi dengan Ahli Fisik Terkait Kprupsi Pembangunan SKTT 150 kV GIS Pekanbaru
Korupsi Pembangunan SKTT 150 kV GIS Pekanbaru
- Penyidik Bakal Koordinasi dengan Ahli Fisik
PEKANBARU (HR) - Pengusutan dugaan korupsi pembangunan Saluran Kabel Tekanan Tinggi (SKTT) 150 kV Gas Insulated Substation (GIS) Kota Pekanbaru, Gardu Induk Garuda Sakti Tahun Anggaran (TA) 2019 masih berlanjut. Penyidik akan berkoordinasi dengan ahli pemeriksaan fisik guna memperdalam perkara itu.
Demikian disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Minggu (19/2). Dikatakan Rizky, pihaknya telah mengirimkan surat permohonan ke ahli fisik yang dimaksud.
"Kita akan koordinasi dengan ahli pemeriksaan fisik. Suratnya sudah kita sampaikan," ujar Rizky Rahmatullah.
Koordinasi ini, kata Rizky, perlu dilakukan. Adapun tujuannya adalah untuk memperdalam proses penyidikan yang tengah berlangsung.
"Ini untuk memperdalam pengecekan kelayakan konstruksi," sebut mantan Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungpinang itu.
Sebelumnya, dalam penyidikan perkara ini, Korps Adhyaksa itu telah meminta keterangan sejumlah saksi. Penyidik juga menyita sejumlah dokumen dari penggeledahan di beberapa tempat. Seperti yang dilakukan di Kantor PT PLN UIP Sumbagteng yang berlokasi di Perum Citra Garden, Kelurahan Sidomulyo Barat, Kecamatan Tampan, Pekanbaru, dan Kantor PT Twink Indonesia yang beralamat di Twink Center 7th Floor, Jalan Kapten Tendean Nomor 82 Jakarta Selatan.
Perkara rasuah ini bermula pada tahun 2019 lalu. Saat itu, Unit Induk Pembangunan (UIP) PLN Sumatera Bagian Tengah, Unit Pelaksana Proyek Jaringan (UPTJ) Riau-Kepri, melaksanakan pembangunan SKTT bawah tanah.
Nilai pagu pekerjaan pembangunan proyek ini, sebesar Rp320 miliar lebih. Dana ini bersumber dari anggaran PLN. Dari nilai pagu itu, disepakati berdasarkan hasil proses pelelangan terbatas, proyek dimenangkan oleh perusahaan dengan inisial PT T.
Kemudian dilaksanakan kontrak dengan nilai Rp276 miliar lebih. Lalu dilakukan adendum pertama terkait perubahan nilai kontrak sebesar Rp306 miliar lebih. Dan dilakukan pula adendum kedua terkait perubahan nilai kontrak menjadi Rp309 miliar lebih.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan sebelumnya, Jaksa menemukan beberapa dugaan perbuatan melawan hukum yang terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara. Karena sampai saat ini, pekerjaan tersebut belum selesai dan belum fungsional.(Dod)