RUU Kesehatan, DPR akan Tampung Masukan Organisasi Profesi Kesehatan
RIAUMANDIRI.CO - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan menuai sorotan publik. Saat ini, pembahasan RUU tersebut masih tahap awal di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ledia Hanifa Amaliah memastikan seluruh masukan dari organisasi profesi kesehatan bakal ditampung dalam pembahasan RUU Kesehatan.
"Yang harus dilihat adalah bagaimana nanti pengaturannya di dalam RUUU yang sedang dibahas di Baleg karena ini masih tahapan awal. Jadi masukan dari teman-teman organisasi profesi ini menjadi bagian yang penting buat kita untuk dijadikan bahan pertimbangan," kata Ledia dalam konferensi pers bersama organisasi profesi kesehatan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Ledia menegaskan partisipasi dari prganisasi terkait diperlukan dalam setiap pembahasan UU. Masukan bermakna bahkan penting agar aturan yang dilahirkan mengokomodasi kepentingan banyak orang.
"Itu menjadi bagian yang penting juga, tidak cuma sekali sebetulnya tidak bosan untuk menerima masukan-masukan tim yang katakanlah sifatnya reversible ya, dapat balik," ujar Sekretaris Fraksi PKS DPR ini.
Ledia memastikan DPR sebagai lembaga legislatif akan terus melakukan perbaikan RUU Kesehatan. Bahkan, seluruh masukan yang disampaikan organisasi profesi kesehatan itu akan ditampung dan dibahas lebih mendalam oleh komisi terkait.
"Jadi kira-kira kami masih tetap akan melakukan perbaikan-perbaikan atas usulan-usulan dari teman-teman organisasi professi juga termasuk tadi masukan dari MKI yang mengharuskan lebih dalam lagi. Saya yakin masih banyak stakeholder kesehatan yang juga ingin memberikan masukan-masukan terkait dengan RUU yang sedang dibahas di Baleg ini," tegas Ledia.
Sementara itu, organisasi profesi kesehatan berpandangan lain soal RUU Kesehatan tersebut. Payung hukum kesehatan versi terakhir itu dianggap bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara universal dan Pancasila.
Mereka menilai ada enam poin yang bertentangan dengan prinsip dan norma kedokteran. Pertama, hilangnya norma agama yang sebelumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Kesehatan.
"Misalnya, pada asas pembangunan kesehatan, kesehatan reproduksi, dan terkait aborsi," kata Wakil Ketua Umum PB IDI dr Slamet Budiarto.
Lalu, pengaturan transplantasi organ yang dinilai bertentangan dengan prinsip otonomi dalam norma etika kedokteran. Ada juga pengaturan mengenai zat adiktif yang berpotensi terjadi penyalahgunaan lebih besar di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, pengaturan data dan informasi kesehatan masyarakat, termasuk di dalamnya terkait informasi genetik yang dapat ditransfer ke luar wilayah Indonesia. Selanjutnya, intervensi medis dipengaruhi oleh pembiayaan kesehatan bukan didasarkan pada standar pelayanan.
"Terakhir, longgarnya persyaratan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI/WNA lulusan luar negeri tanpa mempertimbangkan evaluasi kompetensi dan kewajiban mampu berbahasa Indonesia yang berpotensi mengancam keselamatan pasien," urai Slamet.
Senada dengan Slamet, perwakilan Ikatan Dokter gigi Indonesia (PDGI) Wakil Ketua PDGI drg Gagah Daru Setiawan menyatakan tak sepakat jika organisasi profesi dilemahkan. Sebab, di dalam undang-undang praktik kedokteran nomor 29 tahun 2004, bahwa organisasi profesi untuk dokter itu adalah IDI dan untuk dokter gigi adalah PDGI.
“Kalau undang-undang itu dicabut berarti fungsi dari profesi sudah tidak ada giginya lagi atau istilahnya dimandulkan, maka dari itu organisasi profesi yang selama ini yang bertugas untuk mengawasi teman-teman sejawat para dokter maupun dokter gigi itu, kalau dimandul kan terus terang berarti kita tidak bisa melihat bagaimana baik buruknya dokter gigi bekerja,” tutur Gagah.
Selain IDI, PDGI, Hadir dalam kesempatan itu Perwakilan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan organisasi Profesi kesehatan lainnya. (*)