Bos NATO Sebut Kepercayaan antara Barat dan Rusia Telah Hancur
RIAUMANDIRI.CO- Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan kepercayaan yang telah dibangun antara negara-negara Barat dan Rusia dalam beberapa dekade terakhir telah hancur. Menurutnya, kehancuran itu disebabkan oleh keputusan Moskow menginvasi Ukraina.
“NATO berusaha selama beberapa dekade untuk mengembangkan hubungan yang lebih baik dan lebih konstruktif dengan Rusia,” kata bos NATO tersebut kepada Hadley Gamble dari CNBC di Brussels pada hari Senin.
“Setelah berakhirnya Perang Dingin kami mendirikan lembaga [seperti] Dewan NATO-Rusia, ketika saya menjadi perdana menteri Norwegia, saya ingat bahwa Presiden [Rusia Vladimir] Putin menghadiri KTT NATO... jadi ini adalah waktu yang berbeda ketika kami bekerja untuk hubungan yang lebih baik. Rusia telah meninggalkan semua ini,” katanya, yang dilansir Selasa (13/12/2022).
“Bahkan jika pertempuran berakhir, kami tidak akan kembali ke hubungan yang normal, bersahabat, dengan Rusia. Kepercayaan telah dihancurkan,” katanya. “Saya pikir perang memiliki konsekuensi jangka panjang bagi hubungan dengan Rusia," lanjut dia.
Komentar Stoltenberg datang ketika perang Rusia di Ukraina tidak menunjukkan tanda-tanda melambat selama periode musim dingin, meskipun ada ekspektasi di antara beberapa analis Barat bahwa baik Ukraina maupun Rusia dapat mencari jeda dalam pertempuran untuk mengumpulkan kembali kekuatannya sebelum perang berlanjut pada musim semi. Alih-alih terjadi jeda pertempuran, perang sengit justru berkecamuk di Ukraina timur.
Serangan rudal dan pesawat tak berawak Rusia terus mengganggu desa-desa Ukraina di selatan dan timur negara itu. Rusia juga terus menggempur infrastruktur energi Ukraina dengan konsekuensi yang menghancurkan bagi warga sipil. Sebagai contoh, serangan drone pada hari Sabtu pekan lalu menyebabkan 1,5 juta orang di kota pelabuhan Odesa hidup tanpa listrik.
Presiden Putin pada pekan lalu memberi isyarat bahwa pasukan Rusia terlibat dalam perang jangka panjang. Menurutnya, apa yang dia sebut sebagai "operasi militer khusus" bisa menjadi proses yang panjang. Rusia bersikeras bahwa tujuannya adalah untuk "membebaskan" wilayah Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur dan Kherson dan Zaporizhzhia di Ukraina selatan yang secara sepihak dicaplok Rusia setelah referendum pada Oktober lalu.
Ukraina juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti menyerang balik, terutama karena mencoba membangun momentum yang memungkinkannya membebaskan sebagian Kharkiv di timur laut dan Kherson di selatan dan membuat kemajuan perangnya di wilayah timur.
Stoltenberg bersikeras bahwa perang bisa berhenti kapan saja jika Rusia memilih untuk mengakhiri permusuhan. “Mereka [Rusia] dapat melakukan seperti yang telah dilakukan banyak negara Eropa lainnya sejak akhir Perang Dunia II, mereka dapat memilih perdamaian, memilih kerja sama, memilih untuk mempercayai tetangga mereka alih-alih selalu agresif dan mengancam tetangga seperti yang telah dilakukan Rusia dan sekali lagi melawan Georgia, melawan Ukraina," paparnya. (sindo)