KPK Periksa Tiga Saksi di Jakarta

RIAUMANDIRI- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggesa penyidikan dugaan korupsi berupa pemberian hadian atau janji dalam pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari (AA) untuk tersangka M Syahrir. Yakni, dengan melakukan pemeriksaan saksi-saksi.
Seperti yang dilakukan pada Rabu (7/12) kemarin. Dimana saat itu, penyidik lembaga antirasuah itu memeriksa tiga orang saksi.
"Rabu
kemarin, pemeriksaan saksi TPK (Tindak Pidana Korupsi,red) pengurusan
perpanjangan Hak Guna Usaha PT Adimulia Agrolestari Tahun 2022 untuk
tersangka MS (M Syahrir,red)," ujar Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan
KPK, Ali Fikri, Kamis (8/12).
Adapun tiga saksi itu adalah Adji Abimayu (swasta), Firdaus Fibry (wiraswasta) dam Muhammad Haris Kampay (wiraswasta).
"Pemeriksaan
dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Jalan Kuningan Persada
Kav 4, Setiabudi, Jakarta," sebut Ali Fikri.
M
Syahrir merupakan mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Riau. KPK secara resmi mengumumkan penetapan
tersangka terhadap M Syahrir pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Untuk
proses penyidikan, M Syahrir dilakukan penahanan oleh tim penyidik KPK
pada Jumat, 1 Desember 2022. Penahanan pertama selama 20 hari hingga
tanggal 20 Desember 2022 di Rutan KPK pada Kavling C1 gedung ACLC.
Penetapan
tersangka terhadap M Syahrir berdasarkan pengembangan penyidikan
perkara yang menjerat mantan Bupati Kuantan Singingi, Andi Putra. Selain
M Syahrir, KPK juga menetapkan Frank Wijaya selaku Pemegang Saham PT AA
dan juga Sudarso, General Manager PT AA sebagai tersangka.
Sebelumnya,
Ali Fikri menjelaskan konstruksi perkara dugaan korupsi ini. Berawal
Frank Wijaya sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan
General Manager PT AA, Sudarso, untuk melakukan pengurusan dan
perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa
berlakunya pada 2024.
Dari
awal proses pengurusan HGU tersebut, Sudarso selalu diminta untuk aktif
menyampaikan setiap perkembangannya pada Frank Wijaya. Sudarso
menghubungi dan melakukan beberapa pertemuan dengan M Syahrir Kepala
Kanwil BPN Provinsi Riau yang membahas antara lain terkait perpanjangan
HGU PT AA.
Pada Agustus
2021, Sudarso menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan
HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi yang salah
satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.
Sudarso
menemui M Syahrir di rumah dinas jabatannya. Dalam pertemuan tersebut
kemudian diduga ada permintaan uang oleh M Syahrir sekitar Rp3,5 miliar
dalam bentuk
dollar Singapura. Pembagiannya 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka.
Atas
permintaan itu, M Syahrir menjanjikan segera mempercepat proses
pengurusan HGU PT AA.Hasil pertemuan itu dilaporkan Sudarso ke Frank
Wijaya, sekaligus mengajukan permintaan uang sebesar 120 ribu dollar
Singapura atau setara dengan Rp1,2 Miliar ke kas PT AA dan disetujui
oleh Frank Wijaya.
Sekitar
September 2021, atas permintaan M Syahrir, penyerahan uang dari
Sudarso dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR
tidak membawa alat komunikasi apapun," kata Ali Fikri.
Setelah
menerima uang tersebut, M Syahrir kemudian memimpin ekspos permohonan
perpanjangan HGU PT AA. Dia menyatakan usulan perpanjangan dimaksud
bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Bupati Kuantan
Singingi, Andi Putra.
"Terkait
penerimaan uang, diduga MS memiliki dan menggunakan beberapa rekening
bank dengan menggunakan nama kepemilikan di antaranya para pegawai
Kanwil PBN Riau dan pegawai kantor pertanahan Kabupaten Kampar," jelas
Ali Fikri.
Pada medio
September 2021 sampai dengan 27 Oktober 2021, M Syahrir menerima aliran
sejumlah uang baik melalui rekening bank atas nama pribadinya maupun
atas nama dari beberapa pegawai BPN tersebut sejumlah sekitar Rp791 juta
yang berasal dari Frank Wijaya.
"Selain
itu pada kurun waktu tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, MS juga
diduga menerima gratifikasi sejumlah sekitar Rp9 miliar dalam jabatannya
selaku Kepala Kanwil BPN di beberapa provinsi dan hal ini akan terus
didalami dan dikembangkan tim penyidik," jelas Ali Fikri.
Atas
perbuatannya, M Syahrir sebagai penerima suap atau gratifikasi dijerat
melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 dan
Pasal 12B Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(Dod)
Tags
Korupsi