Puluhan Bocah di Inhu Diduga Keracunan Makanan
RENGAT (HR)-Puluhan anak di Desa Sei Beberas Hilir, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu, diduga mengalami keracunan akibat makanan yang dijual di salah satu sekolah mereka. Namun sejauh ini, belum bisa dipastikan, makanan apa yang menyebabkan para bocah itu mengalami diare dan muntah-muntah.
Menurut informasi di lapangan, jumlah bocah yang diduga menjadi korban keracunan makanan itu, berjumlah sebanyak 20 orang. Mereka semua bersekolah di tempat yang sama, yakni SD 004 Lubuk Batu Jaya pada pagi hari dan MDA Miftahul Ulum saat siang hari.
Salah seorang orangtua korban, Zulfajri (35) mengungkapkan, anaknya yang bernama Abil (8), mulai merasakan sakit pada perutnya, Selasa (29/4) malam sekira pukul 21.00 WIB. Namun baru pada tengah malamnya, ia mengalami diare dan muntah-muntah.
"Sore itu anak saya makan nasi goreng dengan teman-temannya di MDA. Setelah terkena diare muntah-muntah, saya bawa anak saya paginya ke Puskesmas Kulim Jaya. Dari sana, kemudian dirujuk ke Puskesmas Sungai Lala untuk mendapatkan penanganan yang lebih intensif," terangnya.
Belakangan, ia mengetahui teman-teman anaknya juga mengalami hal serupa. Jumlahnya diperkirakan sekitar 20 orang lebih, namun yang sampai ke Puskesmas hanya 12 orang.
Keterangan senada juga dilontarkan orangtua lainnya, Tri Purnami (33). "Jam 12 malam anak saya Ainah Shohibul Asma (11) mengalami diare dan panas tinggi, namun baru pukul 02.00 WIB dini hari (Rabu, 29/4), Ainah muntah-muntah dan itu berulang setiap setengah jam sekali," jelas Tri.
Setelah gejala tersebut terus berulang, Tri membawa anaknya ke Puskesmas Kulim Jaya. Selanjutnya, pada Rabu siang kemarin, anaknya dirujuk ke Puskesmas Sungai Lala dengan infus masih terpasang di tangan. Ternyata di sana sudah ada 10 anak lainnya yang juga dirawat dan diinfus.
Dibenarkan
Sementara itu Kepala SD 004 Lubuk Batu Jaya, Hasanah, mengakui seluruh bocah tersebut merupakan siswa di sekolah yang dipimpinnya."Pertama saya didatangi wali murid yang meminta izin anaknya tak masuk sekolah. Namun belakangan permintaan serupa banyak kami terima. Setelah kami datangi, ternyata sudah banyak siswa kami yang dirawat di Puskesmas Sei Lala," terangnya.
Dijelaskannya, di sekolah yang ia pimpin, ada lima pedagang makanan dan minuman yang setiap hari berjualan. Selama ini, menurut wanita paruh baya ini, pihak sekolah dan pedagang selalu berkoordinasi setiap bulan. Dalam pertemuan rutin bulanan, para pedagang selalu diingatkan agar selalu memperhatikan makanan dan minuman yang dijual, jangan sampai menimbulkan dampak negatif bagi para siswa.
Setelah mengetahui ada kejadian yang diduga akibat keracunan makanan, pihaknya langsung mendatangi para pedagang dan melihat langsung makanan yang dijual kepada para siswa. "Makanan yang dijual tak berubah, masih yang biasa dijual setiap hari. Namun ketika itu memang ada pedagang dari luar yang tidak datang. Padahal, biasanya selalu berjualan," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala MDA Miftahul Ulum, Rudianto, juga mengatakan bahwa di sekolahnya ada yang menjual nasi goreng dan juga makanan ringan lainnya seperti sosis. Namun ia mengakui, sejauh ini para pedagang makanan tersebut tak pernah mendapat pemeriksaan dari pemerintah. Sementara di sekolah lain, pemeriksaan rutin terhadap pedagang sering dilakukan.
Terkait peristiwa itu, Dinas Kesehatan Inhu melalui Kabid P2PL, Evi Irma Junita mengungkapkan, pihaknya sudah meminta kecamatan segera menyikapi hal itu. Diskes Inhu sendiri baru bisa turun pada hari ini, (Kamis, 29/4) karena ada masih ada beberapa kegiatan yang digelar instansi tersebut.
Disayangkan
Sementara itu, sejumlah anggota DPRD Inhu langsung membesuk para korban di Puskesmas Sei Lala. Di antaranya Wakil Ketua Adila Ansori, Novriadi, Heri Napolion, Raja Feriansyah dan beberapa orang anggota Dewan lainnya.
Kepada wartawan, Adila mengaku menyayangkan sikap Diskes Inhu yang baru turun pada hari ini. "Jika mereka turun besok (hari ini, red) apa yang akan mereka dapatkan, karena seharusnya mereka bisa mengambil sampel muntah dan bahan makanan sehingga bisa diketahui penyebab sakit anak-anak tersebut, apakah keracunan atau ada karena faktor lain.
Sekarang tentunya sampel-sampel itu tidak ada lagi. Kenapa harus lebih mementingkan acara daripada nyawa orang," tegas Adila.
Ketika dikonfirmasi balik, Irma mengaku pihak Puskesmas sudah mengambil sampel dan epidiomologi. Namun pernyataan Irma tersebut dibantah pihak keluarga karena tidak ada sampel dari anak-anak mereka yang diambil, apakah itu muntah atau lainnya.
Adila meminta seluruh pihak terkait agar belajar dari kejadian ini. Pengawasan terhadap jajanan siswa harus betul-betul bisa diawasi dengan baik sehingga generasi kita dapat terselamatkan masa depannya. (eka)