Meninggal pada Tembakan Pertama
JAKARTA (HR)-Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Spontana, menyatakan delapan terpidana mati yang dieksekusi pada Rabu (29/4) dini hari, langsung tewas pada tembakan pertama. Kondisi tersebut berbeda dengan apa yang terjadi pada eksekusi gelombang pertama pada pertengahan Januari lalu.
Melalui keterangan petugas Kejaksaan yang bertugas sebagai saksi di lokasi eksekusi, kata Tony, pelaksanaan kali ini berlangsung lebih baik. "Dicek, semua meninggal pada tembakan pertama," terangnya.
Delapan terpidana telah dieksekusi tersebut adalah empat orang warga Nigeria, yakni Jamiu Owolabi Abashin yang lebih dikenal sebagai Raheem Agbage Salami, Okwudili Oyatanze, Martin Anderson dan Silvester Obiekwe Nwolise. Ada pula Rodrigo Gularte dari Brasil dan Zainal Abidin dari Indonesia. Selain itu, terdapat duo Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Sedangkan terpidana asal Filipina, yang awalnya akan dieksekusi, Mary Jane Fiesta Veloso, disisihkan dari daftar eksekusi setelah Presiden Joko Widodo menyatakan memberi kesempatan terhadap Veloso untuk menjalani pemeriksaan, terkait dugaan tindak kejahatan perdagangan manusia yang terjadi kepadanya.
Dikatakan Tony, eksekusi dilakukan dengan lebih rapi dan tembakan dilakukan secara serentak pada pukul 00.35 WIB. 10 menit kemudian, mayat mereka kemudian dimandikan.
Ditambahkannya, pelaksanaan eksekusi terbilang kondusif karena didukung faktor cuaca dan fasilitas yang sudah direhab. "Misalnya, tempat pemandian jenazah itu bagus, tenda juga yang kemarin dipersiapkan lebih bagus," tambahnya.
Setelah dimandikan, lanjut Tony, jenazah diserahkan kepada keluarga pada pukul 04.35 WIB. Kemudian dilanjutkan dengan iring-iringan jenazah keluar dari lokasi, termasuk evakuasi terpidana Mary Jane Fiesta Veloso yang eksekusinya diputuskan untuk ditunda di detik-detik terakhir.
Berdasarkan ketentuan, eksekusi dilakukan 14 orang regu tembak, yang terdiri atas 13 penembak dengan senjata laras panjang dan satu komandan. Terpidana ditembak tepat di jantung dan boleh memilih untuk ditembak dalam keadaan duduk atau berdiri.
Setelah ditembak, terpidana diperiksa kondisinya oleh tim kesehatan dan jaksa eksekutor. Jika terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, maka komandan regu tembak akan kembali menembak terpidana di bagian kepala agar tidak terlalu lama mengalami rasa sakit.
Bisa PK lagi
Sementara itu, terkait nasib Mary Jane, Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan yang bersangkutan bisa mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung, meski Mary telah mengajukannya sebanyak dua kali. Menurutnya, hal itu sesuai dengan aturan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Tentunya masih ada kesempatan bagi Mary Jane (ajukan PK), sesuai dengan aturan MK yang menyebutkan PK bisa dilakukan lebih dari sekali," terangnya.
Hanya saja, menurut Prasetyo, kasus human trafficking Mary Jane, tidak serta merta menghapuskan keterlibatannya dalam kasus narkoba. Karena, pada faktanya Mary Jane tertangkap tangan di wilayah hukum Indonesia menyelundupkan narkoba.
"Tidak meniadakan tanggung jawab pidana yang dilakukan Mary Jane," kata Prasetyo.
Saat ditanya apakah dugaan korban perdagangan manusia dapat melepaskan Mary Jane dari jeratan hukuman mati, Prasetyo tak mau menjawab. Prasetyo hanya mengatakan eksekusi mati bukan perkara yang menggembirakan.
"Ini merupakan benih untuk menyelamatkan bangsa. Yang kita musuhi dan lawan adalah kejahatan Narkoba," ujarnya.
"Setelah itu kita bukan memusuhi negara yang bersangkutan, tapi yang kita perangi adalah kejahatan narkoba. Karena akibatnya dapat mengancam kelangsungan hidup," tambahnya lagi. (bbs, kom, dtc, ral, sis)