Pendidikan Vokasi Harus Terhubung dengan Sistem Informasi Pasar Tenaga Kerja
RIAUMANDIRI.CO - Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengatakan, pemerintah perlu memperkuat koordinasi dengan industri agar tenaga kerja dari vokasi bisa terserap maksimal.
“Persoalan ada di koordinasi, semua asik jalan sendiri. Karena kalau bikin sekolah dianggap sudah berhasil. Misalnya jaman Presiden SBY, membangun banyak SMK, didorong tetapi tidak ada upaya mengintegrasikannya dengan arah perkembangan kebijakan industri, sehingga output sekolah vokasi, tidak sejalan dengan kebutuhan industri," kata Piter, Senin (31/10/2022).
Vokasi atau sekolah kejuruan yang terdapat pada jenjang pendidikan atas maupun tinggi, sudah cukup beragam dan berkualitas. Namun karena dibiarkan ‘jalan sendiri’, maka daya serap tenaga kerjanya kurang.
"Ada ledakan suplai (tenaga kerja) tidak dibantu pertumbuhan terciptanya lapangan kerja. Ini menyebabkan, pengangguran terbesar di perguruan tinggi dan SMK,” tambah Piter.
Lebih lanjut Piter menambahkan, pemerintah perlu mencari solusi kurang terserapnya angkatan kerja vokasi ke dunia kerja atau industri.
“Dicari tahu menurut industri apa yang kurang, apa yang menyebabkan lulusan vokasi tidak banyak terserap, apakah jumlah kebanyakan atau kualitasnya. Dicari solusinya, kalau jumlah yang kurang namun kualitas bagus, artinya lapangan kerja kurang, kemudian bagaimana mendorong industri tumbuh,” jelas Piter.
Insentif Super Tax Deduction yang merupakan potongan pajak bagi perusahaan yang melakukan Kegiatan vokasi seperti pemagangan, prakerin atau PKL, guru industri, juga diapresiasi oleh Piter. Hanya saja kembali ke permasalahan awal, bagaimana memperkecil gap antara jumlah tenaga kerja dan lapangan pekerjaan.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, angkatan kerja yang dimiliki Indonesia merupakan potensi besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Termasuk pendidikan vokasi yang dia sebut menambah dan meningkatkan kemampuan.
“Pendidikan maupun pelatihan vokasi perlu saling melengkapi dengan industri. Oleh karena itu, diharapkan pelatihan vokasi terhubung dalam sistem informasi pasar tenaga kerja,” kata Menko Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini.
Airlangga juga menyampaikan bahwa pendidikan maupun pelatihan vokasi perlu saling melengkapi dengan industri. Oleh karena itu, diharapkan pelatihan vokasi terhubung dalam sistem informasi pasar tenaga kerja.
Ketum Golkar itu menerangkan bahwa pelatihan vokasi merupakan re-skilling dan up-skilling yang diperlukan tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa mendatang. Apalagi di dalam dunia kerja yang terus berubah perlu dilakukan life long learning.
“Bila disiapkan dengan baik, angkatan kerja yang dimiliki Indonesia merupakan potensi besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional sehingga angkatan kerja tersebut diharapkan bisa sejahtera sebelum tua,” tegas Menko Airlangga.
Persoalan Kualitas
Sedangakan Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, pendidikan vokasi menjadi salah satu cara untuk mempercepat penyediaan tenaga kerja terampil untuk pembangunan ekonomi.
"Sebetulnya vokasi bagus untuk mempercepat. Jadi mereka segera menjadi orang yang terampil dan terserap dalam (pasar) tenaga kerja. tapi untuk bisa diserap ini memang harus link and match," ujarnya.
Meski demikian, menurut Eko banyak tantangan yang dihadapi pendidikan vokasi, utamanya adalah dukungan dari pemerintah.
"Pendidikan vokasi di Indonesia, menurut saya, support dari pemerintah masih kurang," ujarnya.
Dikatakan Eko, ketersediaan sarana prasarana menjadi persoalan yang masih terjadi. Banyak sekolah vokasi yang belum memiliki laboratorium yang memadai dan sesuai dengan perkembangan industri.
Ketersediaan pengajar yang sesuai dengan kebutuhan industri juga masih menjadi tantangan dalam pendidikan vokasi. Hal itu penting untuk memunculkan sinergitas antara dunia pendidikan dan industri.
"Selama pembelajaran sebenarnya juga diperlukan mentor-mentor atau guru-guru yang langsung dari praktisi atau dari industrinya," ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah juga patut mempertimbangkan dan memperhatikan seberapa besar kebutuhan industri atas tenaga kerja berketerampilan. Sehingga tidak ada lulusan pendidikan vokasi yang tidak terserap akibat terlalu banyak.
"Jangan sampai nanti terlalu banyak dibuka tapi kemudian kebutuhan pasar tidak sebesar itu, untuk masuk pasar perlu training lagi. Kalau begitu kan banyak penganggurannya," tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga patut membantu peserta pendidikan vokasi dalam hal pendanaan. Menurutnya, banyak di antara peserta pendidikan adalah dari golongan tidak mampu yang bertujuan cepat memperoleh kerja.
"Di sini dukungan pemerintah juga harus ada. Selain lab juga mungkin semacam beasiswa. Karena niat mereka untuk segera membantu orang tua," pungkasnya. (*)