DPD RI Gelar FGD Asmasda: Tak Adil, Izin dari Pusat dan Pengawasan Daerah
RIAUMANDIRI.CO - Sekretariat Jenderal DPD RI menggelar focus group discussion (FGD) terkait aspirasi masyarakat daerah selama Masa Sidang Tahun 2021, yang berasal dari tabulasi aspirasi masyarakat dan daerah yang diperoleh dari Anggota DPD RI selama masa reses, di Kantor DPD RI Provinsi Bali, Denpasar (27/10/2022).
Hadir dalam acara FGD tersebut, Kepala Bappedalitbang Provinsi Bali, yang diwakili Putu Astawa, pakar hukum tata negara Universitas Udayana Gede Mahendra Wijaya Atmaja, pakar ekonomi dan bisnis Universitas Udayana Ni Nyoman Reni Suasih, serta sejumlah mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
"Diskusi kita siang ini memiliki muatan materi yang kompleks dan berbobot karena merupakan hasil sinergitas dua bidang di Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) yang saling mensuport satu sama lain, baik Bidang Aspirasi Masyarakat dan Daerah (Diamasda) dan Bidang Pengkajian Informasi Anggaran Pusat dan Daerah (Piapusda)," kata Deputi Bidang Persidangan, Sekretariat Jenderal DPD RI Sefti Ramsiaty.
Selanjutnya dijelaskan, dukungan Puskadaran sebagai salah satu unit kerja bagian dari Deputi Bidang Persidangan di Sekretariat Jenderal DPD RI dalam memberikan supporting keahlian kepada DPD RI, yang berupa pengolahan aspirasi masyarakat dan daerah, analisis isu-isu strategis kedaerahan dan dukungan data serta materi terkait fungsi dan wewenang DPD RI memiliki peranan penting dari sebuah struktur organisasi.
Sebagai unit kerja think tank kesekjenan, menurut Sefti Ramsiaty, Puskadaran senantiasa dituntut untuk menemukan, kemudian memformulasikan konsep solusi atas ketidaksesuaian antara permasalahan di lapangan atau masyarakat (stream of problems), dan arus perpolitikan (stream of politics) dalam bentuk kajian, analisis, diskusi dan bentuk kegiatan lainnya.
"Pada kesempatan ini, Pusat Kajian Daerah dan Anggaran (Puskadaran) mempresentasikan hasil pengolahan asmasda selama masa sidang 2021-2022 yang berasal dari tabulasi aspirasi masyarakat dan daerah yang diperoleh Anggota selama reses di Provinsi masing-masing," tandasnya.
Dipilihnya Bali sebagai lokasi FGD karena sebagai lokasi diskusi menandakan arti pentingnya Provinsi Bali sebagai "kiblat" kemandirian fiskal di luar Pulau Jawa, yang memiliki potensi sekaligus tantangan dalam menghadapi persoalan-persoalan di bidang pola hubungan pusat dan daerah serta pengembangan ekonomi kedepannya.
Senada dengan Sefti, Kepala Pusat Kajian dan Daerah Setjen DPD RI Purwanto juga mengatakan bahwa kegaitan FGD tersebut untuk mempersiapkat lebih lanjut analisis maupun kajian-kajian Puskadaran dalam rangka dukungan kepada DPD RI.
"Puskadaran memiliki tugas menyelenggarakan koordinasi, perumusan kebijakan, dan pelaksanaan dukungan penelitian, pengolahan aspirasi masyarakat dan darah, serta anggaran kepada DPD RI," jelasnya.
Dalam FGD tersebut, Tim Analis Asmasda Puskadaran DPD RI memaparkan materi secara bergantian. Anggota tim tersebut antara lain Rama Mahesa, Khusni Tamrin dan Rasidin Karo Karo.
Menurut tim tersebut, berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja berdampak pada penarikan beberapa kewenangan daerah menjadi kewenangan pusat. Selain itu, terjadinya pembatasan hak mengatur oleh daerah dan penurunan restribusi daerah.
Menurut Tim Analis dari DPD RI, pembagian kewenangan dengan cara memberikan kewenangan perizinan kepada pusat dan pengawasan kepada pemerintah daerah adalah kebijakan yang tidak adil.
Karena, menurut tim, perizinan dapat memberikan pendapatan, sedangkan pengawasan akan memberikan pembebanan biaya. Padahal, tidak ada bukti empirik yang menunjukkan bahwa desentralisasi menghambat perizinan.
Terlepas dari lambat atau tidak proses perizinan tersebut, tidak harus menarik kewenangan dari daerah kepada Pusat.
Menurut Tim Analis Puskadaran DPD RI, semangat otonomi daerah telah tergerus oleh UU Ciptaker.
Terkait kemandirian fiskal daerah, Rama Mahesa menyatakan Provinsi Bali memerlukan terobosan di masa mendatang dalam hal diversifikasi model pembangunan ekonomi. Ketergantungan yang tinggi pada sektor pariwisata perlu direduksi melalui sumber-sumber pendapatan baru.
Sektor perikanan tangkap, ekonomi kreatif digital dan pengembangan jasa pendidikan dapat menjadi alternatif sumber ekonomi baru bagi Provinsi Bali. Hal ini diamini oleh Rasidin Karo Karo, Anggota Tim Puskadaran lainnya.
"Seperti kita ketahui Covid-19 membawa dampak yang signifikan bagi nasional dan daerah. Setidaknya ada empat hal, antara lain pelambatan ekonomi, terganggunya indikator kesejahteraan, perubahan kebijakan negara termasuk refocusing anggaran, dan perubahan sosial," ujar Rasidin Karo Karo, anggota Tim Puskadaran lainnya.
Dikatakannya, kebijakan pembatasan pergerakan baik barang maupun manusia, menyebabkan sektor pariwisata terkontraksi signifikan dibandingkan dengan sektor lain. Sehingga ke depan Provinsi Bali haruslah segera melakukan dan menemukenali alternatif potensi sektor lain seperti sektor pertanian, perikanan dan industri pengolahan. (*)