Digitalisasi Mendorong Investasi Kian Diminati Kaum Muda
RIAUMANDIRI.CO - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, generasi muda sekarang ini banyak terjun ke dunia investasi. Namun dia mengingatkan, agar mereka lebih berhati hati dalam memilih instrumen investasi tersebut.
“Generasi muda hendaknya tetap menyeimbangkan antara investasi yang agresif dan investasi konservatif. Hal itu penting karena investasi konservatif tetap memiliki faktor keamanan lebih tinggi," kata Airlangga Hartarto.
Menanggapi hal tersebut, ekonom INDEF Nailul Huda mengatakan, meningkatnya jumlah investor muda di Indonesia adalah ‘blessing in disguise’ kencangnya digitalisasi pada masa pandemi.
“Pilihan investasi juga semakin banyak karena didorong oleh digitalisasi di sektor jasa keuangan. Makanya banyak anak muda yang berinvestasi di masa pandemi, baik di pasar saham dan aset kripto. Kemudahan berinvestasi menjadi salah satu alasan mereka untuk berinvestasi,” kata Nailul Huda, Senin (3/10/2022).
Namun memang kata dia, pemilihan jenis investasi akan sangat mempengaruhi kemakmuran investornya dan perlu berhati-hati. “Zamannya sekarang sudah berubah juga. Dengan hanya mengandalkan gadget saja sekarag anak-anak muda ini bisa menghasilkan bahkan bisa lebih banyak dibandingkan dengan investasi di sektor riil,” jelas Nailul.
Investasi ‘jaman now’ dilakukan secara digital, melalui fintech terdaftar di OJK. Data KSEI menunjukan bahwa per April 2022, ada 60,29% investor pasar modal berusia di bawah 30 tahun, yang rata-rata masih berada di awal dan pertengahan karir profesionalnya.
Dalam sebuah survei yang dilakukan CELIOS beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa berinvestasi di platform investasi digital dianggap sebagai aksi berkontribusi terhadap peningkatan sektor teknologi informasi, membantu pendanaan perusahaan, dan efek penciptaan tenaga kerja dari investasi.
Hal ini menjadi indikasi positif bahwa platform investasi digital mampu mendorong terciptanya investment-oriented society atau masyarakat yang melek investasi.
Dunia memang tengah bergerak lebih dalam ke arah digitalisasi. Menko Airlangga sendiri menyebutkan, hampir seluruh negara, termasuk Indonesia, menggunakan digitalisasi sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi dan menggunakan digitalisasi sebagai tempat untuk penciptaan lapangan pekerjaan.
“Jadi memang kalau kita melihat dalam masa pandemi seperti ini, digitalisasi menjadi salah satu penyelamat konsumsi masyarakat. Dengan digitalisasi kegiatan usaha masih cukup berjalan bak di masa pandemi. Bahkan di bidang perdagangan online, kenaikan transaksi bisa dua kali lipat ketika pandemi,“ tandas Nailul.
Peluang Indonesia
Sementara itu, pakar teknologi informasi dari Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) Agung Harsoyo mengungkapkan LEO merupakan peluang Indonesia untuk bisa melakukan transformasi digital di seluruh pelosok Indonesia.
"Ini adalah satu opportunity, satu peluang untuk dapat melakukan transformasi digital di seluruh wilayah Indonesia," terang Agung.
Menurutnya, kendala yang dihadapi Indonesia selama ini adalah jangkauan internet. Masih banyak daerah yang tidak mendapat akses internet. Apalagi yang ada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Menurutnya, teknologi konvensional tidak cukup mampu untuk mengejar ketertinggalan kesenjangan digital yang terjadi di Indonesia.
"Ini adalah peluang. Karena selama ini kendala kita adalah terkait dengan coverage. Negara ini kan sulit untuk menjangkau keseluruhannya dengan teknologi yang konvensional. Dengan adanya Starlink, maka itu adalah peluang buat industri bisa menggelar infrastruktur dengan relatif cepat untuk bisa melayani sampai ke pelosok-pelosok, daerah 3T," tegasnya.
Agung mengungkapkan, selama 2 tahun pandemi Covid-19 telah membuka mata akan kebutuhan konektivitas yang mumpuni. Para pelajar bisa belajar daring, mengakses materi pembelajaran bermutu, dan layanan kesehatan juga meningkat.
"Artinya dengan layanan internet, 2 tahun ini merasakan manfaatnya. Ke depan program transformasi digital Indonesia kalau kita bisa menjangkau ke pelosok-pelosok dan seluruh rakyat Indonesia bisa menikmati internet, maka SPBE bisa efektif. Kesenjangan digital kita bisa ditutup dengan relatif cepat dan relatif murah. Kemudian mendukung one map policy," pungkasnya. (*)