PKS: Alasan Pemerintah Naikkan Harga BBM Bersubsidi Tak Logis
RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto menilai alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi sangat tidak logis.
Alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi berdasarkan Kepmen ESDM No. 218.K/MG.01/MEM.M/2022 yaitu karena naiknya harga minyak dunia dan penyaluran subsidi yang tidak tepat sasaran.
"Kedua alasan tersebut terlalu mengada-ada dan tidak masuk akal," kata anggota Komisi VII (membidangi energi) DPR RI kepada media ini, Selasa (20/9/2022).
Mulyanto menyampaikan sejumlah fakta. Pertama tren harga minyak dunia sejak Juni 2022 hingga September 2022 terus turun.
Mulyanto mengutip data WTI Crude dan Brent Crude yang menunjukan bahwa sejak Juni 2022 tren harga minyak dunia terus turun. Di bulan Juni 2022, harga minyak dunia berada di kisaran USD 120 per barel. Angka ini terus turun hingga September 2022 menuju USD 80 per barel.
"Pada periode ini hampir semua operator minyak menurunkan harga BBM. Tapi anehnya Pemerintah malah menaikkan harga BBM bersubsidi," kata Mulyanto.
Mulyanto juga menepis dalih pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena subsidi tidak tepat sasaran.
Menurutnya, kalau benar pemerintah ingin membenahi subsidi agar tepat sasaran caranya bukan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Tapi dengan membatasi penggunaan BBM bersubsidi oleh kendaraan mewah.
Selain itu, kata Mulyanto, Pemerintah harus memperketat pengawasan agar BBM bersubsidi tidak digunakan oleh sektor industri dan pertambangan. Apalagi diekspor oleh kalangan tertentu.
"Kebijakan Pemerintah menaikkan harga BBM sambil membagikan bantuan langsung tunai tidak efektif. Karena kenyataan di lapangan menunjukan berbagai penyimpangan," kata Mulyanto.
Mulyanto mengaku mendapat banyak laporan pembagian bantuan langsung tunai (BLT) di beberapa daerah tidak merata dan tidak tepat sasaran.
Melihat kondisi tersebut Mulyanto minta Pemerintah segera membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi dan menggantinya dengan pembatasan pembelian BBM bersubsidi oleh kendaraan mewah.
"Sejak lama BPK dan KPK sudah menyatakan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang menjadi acuan pemberian BLT tidak akurat. Masih banyak warga miskin yang sangat membutuhkan bantuan tidak terdata. Sebaliknya, beberapa masyarakat sejahtera justru mendapat bantuan kompensasi ini," ujarnya.
Mulyanto menambahkan kemampuan Pemerintah memberikan BLT ini juga terbatas. Keuangan negara hanya mampu menyediakan BLT hingga empat bulan ke depan. Setelah itu BLT kan dihentikan. Padahal harga BBM bersubsidi tetap naik dan tidak diturunkan. Sehingga beban ekonomi masyarakat miskin makin berat.
"Sekarang saja sudah mulai terasa dampak kenaikan harga BBM bersubsidi di masyarakat. Ongkos angkutan umum di semua daerah mulai naik. Rata-rata kenaikan sekitar 20 hingga 30 persen. Padahal angkutan umum merupakan sarana bagi masyarakat kecil untuk melakukan berbagai aktivitas sosial dan aktivitas ekonomi," terang Mulyanto. (*)