Anggota DPD RI Sebut Mafia Tanah Lebih Jahat dan Menggurita di Daerah
RIAUMANDIRI.CO - Anggota DPD RI atau Senator Abraham Liyanto menyebut mafia tanah tidak hanya marak terjadi di Jakarta tetapi lebih jahat dan menggurita di daerah.
Karena itu dia meminta Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan (BPN) Hadi Tjahjanto memberantas mafia tanah sampai ke daerah-daerah.
“Jangan hanya di Jakarta dan sekitarnya. Kalau Jakarta kan banyak yang awasi. Ada penegak hukum yang lengkap hingga KPK, media banyak, masyarakat sipil dan sebagainya. Yang parah itu di daerah karena jarang ada yang awasi. Para mafia memanfaatkan pengawasan yang lemah itu,” kata Abraham di Jakarta, Kamis (15/9/2022).
Diungkapkan, saat rapat kerja Komite I DPD RI tanggal 12 September lalu, pihaknya telah menyerahkan sejumlah dokumen praktik mafia tanah di daerah pemilihannya, Provinsi NTT kepada Menteri ATR.
Senator yang sudah tiga periode ini mengapresiasi gebrakan Hadi Tjahjanto. Pasalnya, pasca dilantik menjadi Menteri ATR/BPN bulan Juni 2022 lalu, Hadi langsung memberikan kejutan terhadap pelaku mafia tanah dengan menggandeng Polda Metro Jaya. Hasilnya, ada 30 mafia yang ditetapkan menjadi tersangka di wilayah Jabodetabek.
Abraham berharap gebrakan awal itu bisa diteruskan dan sampai ke daerah. Semua pihak yang terlibat harus ditangkap, termasuk oknum dari Kementerian ATR/BPN.
“Alangkah mulianya jika gebrakan itu sampai ke daerah. Itu yang ditunggu masyarakat,” tegas Abraham.
Mantan Ketua Kadin Provinsi NTT ini mengungkapkan pihak-pihak yang diduga terlibat mafia, mulai dari oknum tua adat atau pemilik tanah ulayat. Mereka bekerja sama dengan oknum pengacara untuk menggugat tanah yang punya sertifikat.
Kerja sama mereka kemudian melibatkan oknum pengurus RT, RW, Kelurahan, Kecamatan hingga Pemerintah Daerah. Oknum Badan Pertanahan juga masuk dalam lingkaran mafia tersebut.
“Di pengadilan, mereka punya jaringan, mulai pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung. Begitu ada gugatan, mereka pasti yang menang karena sudah ada jaringan di dalam,” jelas anggota Komite I ini.
Yang mengherankan, lanjut Abraham, praktik mafia juga melibatkan investor kasus. Targetnya, setelah gugatan berhasil dimenangkan, tanah tersebut dibeli oleh investor. Bisanya, harga beli tidak terlalu mahal karena investor merupakan bagian dari sindikat kasus.
Dia berharap sasaran pemberantasan mafia tanah tidak hanya untuk kasus-kasus yang nilai kerugiannya sangat besar, tetapi menindak semua praktik mafia tanah. Alasannya, di daerah atau pelosok-pelosok, nilai tanah yang dicuri mafia tanah tidak besar seperti di Jakarta.
“Tanah itu aset berharga bagi siapa saja. Betapa menyakitkan jika dicuri begitu saja oleh orang lain,” tutur Abraham.
Abraham juga mengungkapkan modus baru mafia tanah di NTT yaitu adanya capital flight dari hasil gadai sertifikat tanah. Saat ini, katanya, ada banyak orang luar membuat sertifikat tanah di NTT. Totalnya mencapai 135.000 bidang tanah dan sudah disertifikat mencapai 98.000 sertifikat.
Hasil sertifikat itu kemudian diajukan ke bank untuk mendapatkan kredit. Khusus untuk kota Kupang saja, terdapat 4.000 sertifikat tanah yang telah dijaminkan ke bank dan mendapat kredit mencapai Rp 3,8 triliun, Sayangnya, hasil pinjaman dari bank itu tidak dipakai untuk membangun NTT tetapi dibawa keluar NTT.
“Ini capital flight. Kredit yang mencapai Rp3,8 triliun itu harusnya dimanfaatkan untuk modal usaha di NTT, tetapi faktanya tidak. Lucunya, ribuan sertifikat yang telah terbit itu, diduga ada peran mafia,” tutup Abraham. (*)