KIB Perlu Kembali Bangun Komunikasi Pasca Konflik Internal PPP
RIAUMANDIRI.CO - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengaku hubungan ketiga partai anggota Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) tetap baik meski ada konflik internal di PPP.
Meski begitu, pengamat politik dari Universitas Veteran Jakarta Danis T.S Wahidin menyarankan anggota KIB kembali membangun komunikasi pasca konflik di internal PPP tersebut.
Sebab, berdasarkan pengamatannya, para petinggi ketiga parpol anggota KIB belum bertemu sejak Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP dijabat oleh Mardiono.
Memang Danis mengakui, Mardiono menyatakan komitmennya untuk tetap berada dalam koalisi. Bahkan Mardiono mengatakan, PPP akan menjadi tuan rumah sebuah pertemuan KIB yang digelar di Semarang, Jawa Tengah dalam waktu dekat.
“Perlu atau tidak Pak Mardiono komunikasi dengan KIB itu kewenangan politik dia, yang tidak bisa diintervensi. Mungkin dia ada kepentingan politik komunal untuk membawa PPP ke depan,” kata Danis T.S Wahidin, Rabu (14/9/2022).
"Kalau Mardiono belum membangun komunikasi, itu artinya dia ada rencana politik yang berbeda dengan Suharso Monoarfa yang lebih pro terhadap KIB dan memiliki fokus yang sama," ulas Danis.
Danis melihat dinamika politik yang dialami PPP maupun KIB adalah sebuah kewajaran dalam proses politik dan demokrasi.
“Peta politik koalisi ini kan tidak pernah final sebelum kemudian KPU menetapkan kandidat presiden dan cawapres. Apa yang terjadi di PPP, bentuk dari dinamika internal PPP menuju Pemilu 2024. Namanya parpol tidak bisa dilepaskan dari pemilu dan kepentingan elit dan konstituen,” kata Direktur Indodata ini.
Disharmonisasi kata dia, akan mewarnai berbagai dinamika-dinamika akan menemukan titik equilibrium. Titiknya adalah koalisi figur-figur penting yang memiliki daya elektoral untuk kemudian masuk dalam kontestasi politik kebangsaan yaitu pemilu 2024.
Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri menilai konflik internal PPP akan memberikan pengaruh terhadap sikap dan posisi partai dalam membangun koalisi politik.
Hal itu disebabkan kondisi umum partai politik di Indonesia yang cenderung menetapkan bergabung tidaknya dengan koalisi diputuskan oleh kesepakatan elite yang perpengaruh atau menjadi kunci dari partai tersebut.
"Oleh karena itu, ketika ada konflik internal yang mengubah posisi elite di internal partai seperti di PPP saat ini, langsung atau tidak langsung pasti mempengaruhi keputusan tersebut," jelas peneliti yang kerap disapa Puput itu.
Puput menilai peta koalisi bisa jadi akan berubah karena konflik di internal PPP. Elite partai berlambang Ka'bah itu sangat mungkin akan mengubah strategi untuk menghadapi Pemilu 2024, termasuk dalam hal koalisi.
"Konflik internal PPP akan mengubah peta politik internal PPP karena elite kunci akan bergeser. Keputusan terkait dengan koalisi menuju Pemilu 2024 juga bisa jadi akan dipikirkan ulang oleh elite kunci baru," ungkapnya.
Menurut Puput, kendati PPP memutuskan tetap berada di barisan KIB, kinerja PPP tidak akan maksimal karena masih terganjal persoalan internal. Polemik pelengseran Suharso Monoarfa dari kursi ketua umum juga masih akan berlanjut.
"Dalam konteks konflik masih berlangsung dan masih panjang langkah perdamaian internal partai, maka gerak PPP untuk berkiprah dalam kerja koalisi bisa jadi akan stagnan karena partai sibuk dengan persoalannya sendiri. Apalagi PPP juga harus menyiapkan berkontestasi dalan Pemilu 2024 dan menyiapkan diri untuk pileg," pungkasnya. (*)