9 Gembong Narkoba Segera Dieksekusi Mati
JAKARTA (HR)-Waktu pasti pelaksanaan eksekusi mati tahap II terhadap sejumlah gembong narkoba, sejauh ini belum ada kepastian. Namun pihak Kejaksaan Agung RI memastikan, ada sembilan tersangka gembong narkoba yang akan dieksekusi mati dalam waktu dekat ini.
Masih terkait rencana eksekusi mati gembong narkoba tersebut, sejauh ini protes dari beberapa negara terus gencar berdatangan. Mulai dari Australia, Prancis hingga PBB. Semua meminta Indonesia membatalkan rencana eksekusi mati tersebut.
Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo sudah enggan berkomentar. Seperti yang sudah sering dilontarkannya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pemberantasan narkoba di Indonesia sudah sangat penting dilakukan. Hal itu mengingat Indonesia saat ini bisa dikatakan sudah darurat narkoba.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung (Kejarung) RI, Tony Spontana, Minggu (26/4), pihaknya tengah menyiapkan rencana eksekusi mati gembong narkoba yang masuk dalam tahapan kedua. "Ada 9 orang," ujarnya.
Tony sendiri mengatakan, pihaknya saat ini tengah menyiapkan lokasi pemakaman para terpidana mati tersebut. Beberapa diketahui ada yang akan dikembalikan ke negara asalnya.
Belum diketahui waktu pasti pelaksanaan ekseksui mati jilid II tersebut. Namun pihak Kejagung sudah menghubungi pihak kedutaan besar negara yang warga negaranya akan dieksekusi. Dua di antaranya adalah WN Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
Ditambahkannya, pada awalnya ada 10 orang gembong yang akan dieksekusi mati. Namun belakangan, pihaknya akhirnya menyisihkan nama Sergei Arezki Atloui, warga negera Prancis. Hal itu setelah yang bersangkutan kembali melakukan manuver hukum dengan mengajukan gugatan atas grasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Sergei melawan dengan mengajukan gugatan ke PTUN. Kami sisihkan dulu alias tidak ikut yang eksekusi ini," tambahnya.
Langkah Sergei ini meniru apa yang dilakukan oleh terpidana mati lainnya yaitu duo gembong narkoba Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Namun gugatan tersebut ditolak lantaran grasi merupakan hak prerogatif presiden.
Enggan Komentar
Sejak rencana eksekusi mati ini disampaikan, gelombang protes muncul baik dari pemerintah maupun dari pihak lain, terus bermunculan. Namun pemerintah Indonesia tidak terpengaruh. Selain Australia, Prancis dan PBB juga ikut menyuarakan hal serupa.
Namun Presiden Joko Widodo sudah tak mau menanggapi kecaman Sekjen PBB Ban Ki Moon, Presiden Prancis Francois Hollande dan pihak Australia. Eksekusi mati terpidana narkoba sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung.
"Nanti ditanyakan ke Kejagung," ujarnya sebelum lepas landas ke Malaysia di Halim Perdanakusuma, Minggu kemarin.
Saat didesak, Jokowi kembali menegaskan tak mau bicara lagi soal hukuman mati. Semua diserahkan ke Kejaksaan Agung. "Saya tidak akan ngomong lagi mengenai hukuman mati. Tanyakan ke Kejaksaan Agung," tegasnya.
"Saya tidak akan menjawab mengenai itu. Sudah cukup jawaban saya dari dulu. Saya nggak mau lagi ngomong," sambungnya.
Berbeda dengan pertanyaan soal eksekusi mati, ketika ditanya soal lain, Jokowi mau menjawab. Termasuk soal Konferensi Asia Afrika dan bantuan untuk Nepal terkait gempa 7,9 SR.
Sekjen PBB Ban Ki Moon, Presiden Prancis Hollande dan Julie Bishop (Menlu Australia) semakin intens mengecam rencana eksekusi terpidana mati narkoba di Nusakambangan. Mereka mengancam bakal ada konsekuensi hubungan diplomatik sampai penundaan kerja sama. Khusus Ban Ki Moon, meminta Jokowi menghapus eksekusi mati karena narkoba bukan kejahatan serius.
Sementara Jokowi sejak awal menegaskan, eksekusi mati tidak bisa diganggu gugat karena ada dalam tatanan hukum Indonesia. Selain itu, masalah narkoba di Indonesia sudah memasuki fase darurat. (bbs, dtc, kom, sis)