Ketua DPRD Rohil Berharap Ritual Bakar Tongkang Tetap Dilestarikan
RIAUMANDIRI.CO - Ritual bakar tongkang warga Tionghoa Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir menjadi tradisi yang harus dilestarikan. Lebih lagi, ritual ini sudah masuk dalam kalender event wisata nasional di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia.
Dengan begitu, Ketua DPRD Rokan Hilir Maston berharap ritual bakar tongkang warga Tionghoa tetap terjaga dan dilestarikan sebagai tanda kehormatan terhadap nenek moyang etnis Tionghoa di Bagansiapiapi.
"Harapannya ritual bakar tongkang ini harus kita jaga dan ikut melestarikan. Apalagi ritual bakar tongkang ini sudah mulai sejak dahulu kala setiap tahunnya tetap terselenggara sebagai tanda kehormatan terhadap nenek moyang etnis Tionghoa," pungkas Maston
Tak hanya itu, dengan diselenggarakan ritual ini tentunya bisa meningkatkan perputaran ekonomi masyarakat Bagansiapiapi. Pasalnya, setiap ritual ini digelar berpotensi menarik wisatawan lokal maupaun mancanegara yang turut menyaksikan perhelatan tersebut.
"Ritual bakar tongkang ini sangat berpotensi menarik wisatawan asal manapun baik dari mancanegara maupun daerah lain yang sehingga dengan adanya bakar tongkang ini juga bisa meningkat perputaran ekonomi maayarakat bagan siapi api," jelasnya.
Diketahui, ritual bakar tongkang warga Tionghoa Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) kembali digelar setalah dua tahun tidak diselenggarakan karena covid-19.
Diceritakan Bupati Rohil Afrizal Sintong sejarah ritual bakar tongkang merupakan suatu tradisi ritual yang berkaitan erat dengan kesejarahan Kota Bagansiapiapi terutama awal mula kedatangan para pemukim Tionghoa di muara Rokan tepatnya di kota Bagansiapiapi.
Kata dia, dalam pengarungan samudra menggunakan tongkang oleh sekelompok keluarga Tionghoa dari Provinsi Pujian Exiamen Tiongkok yang dalam kegelapan malam lautan dengan memanjatkan doa kepada Dewi Kie Ong ya, tiba-tiba tampak cahaya yang berkedip-kedip dan dijadikan sebagai pemandu dalam mencapai daratan.
"Dengan mengikuti kelap-kelip cahaya itu mereka tiba di suatu daratan yaitu di muara sungai Rokan yang saat itu masih dikenal dalam peta kolonial sebagai kawasan Perbabean," kata Bupati.
Para Tionghoa pemberani itu terangnya, sejumlah 18 orang yang seluruhnya bermarga ang kelompok pertama itulah selanjutnya dianggap sebagai leluhur orang Tionghoa Bagansiapiapi.
Ritual bakar tongkang ini merupakan tradisi sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas kelimpahan sumber daya alam muara yang dilaksanakan setiap bulan ke-5 tanggal 16 (Go cap lak).
Bupati juga menceritakan bahwa, dapat dikatakan ritual ini merupakan tradisi etnis Tionghoa berupa persembahan untuk Dewi Kie Ong ya (dewi laut) dan dewa Tai Su dalam kepercayaan leluhur orang Tionghoa dewa laut merantau dan tiba di Kota Bagansiapiapi menggunakan perahu yang oleh masyarakat dikenal dengan sebutan tongkang.
"Untuk menghormati dewa laut di mana orang Tionghoa percaya membawa rezeki digelarlah sembahyang tongkang," paparnya.
Selain itu katanya lagi, terdapat pula kisah yang berkaitan dengan ritual bakar tongkang yaitu ketika orang-orang Tionghoa generasi awal mulai bermukim di Bagansiapiapi.
Mereka memutuskan untuk tidak kembali ke Tiongkok maka tongkang yang semula digunakan untuk membawa mereka pun dibakar tidak tradisi inilah yang dipertahankan hingga saat ini.
Dengan pelaksanaan ritual bakar tongkang itu, Bupati juga meminta kepada seluruh masyarakat Rohil agar senantiasa menjaga persatuan antar etnis, suku maupun agama.
"Mari saling menjaga toleransi antar etnis suku maupun agama, ayo bersatu dalam perbedaan," jelasnya.
Sementara itu, Ketua panitia pelaksana Ahui Oliong memaparkan, ritual bakar tongkang tahun 2022 ini tidak dilaksanakan oleh klenteng besar. Namun sebutnya, tiba-tiba Dewi Kie Ong ya datang dan meminta agar prosesi bakar tongkang dilaksanakan.
"Karena sudah 2 tahun tidak merayakan, sehingga tahun ini harus kita rayakan untuk menjalankan titual ini meski harinya di tunda, " paparnya.
Untuk ritual bakar tongkang tahun 2022 ini katanya lagi, tiang kapal tongkang jatuhnya terbagi dua. Dimana satu tiang jatuh ke arah laut dan satu tiang lagi jatuh ke arah darat. Artinya, menurut keyakinan warga Tionghoa rezeki kedepannya ada di antara darat dan laut.
"Tiang tongkang itu pertama jatuh ke darat dan kedua di laut, jadi sama-sama ada rezeki," pungkasnya.(ADV)