Korupsi di Puskemas Pulau Burung, Kontraktor Pelaksana Akhirnya Menyerahkan Diri
RIAUMANDIRI.CO - Sempat menyandang status buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang, pria 34 tahun ES akhirnya mendatangi ke Kantor Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir dan menyerahkan diri.
Dia merupakan salah satu tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembangunan Puskesmas Pulau Burung pada Dinas Kesehatan (Diskes) Inhil Tahun Anggaran (TA) 2019. Dalam proyek tersebut, dia merupakan kontraktor pelaksana.
Dia menyandang status tersangka bersama tiga orang lainnya yang saat ini penanganan perkaranya telah dilimpahkan ke Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kamis (2/6) kemarin.
Mereka masing-masing berinisial EC selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), H selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), dan HDK selaku Konsultan Pengawas. Saat ini, ketiganya telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Tembilahan.
Berbeda dengan tiga tersangka tersebut, ES memilih kabur sesaat ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Maret 2022 lalu. Dia kemudian menyandang status buron dan masuk dalam DPO.
Dia akhirnya menyerahkan diri dengan mendatangi kantor Kejari Inhil, Rabu (15/6).
"Benar. Yang bersangkutan menyerahkan diri dengan datang ke kantor sekitar pukul 10.00 WIB," ujar Kepala Kejari (Kajari) Inhil, Rini Triningsih melalui Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Haza Putra, Rabu siang.
Saat ini, sebut Haza, yang bersangkutan tengah menjalani proses pemeriksaan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Inhil. "Dia diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka," sebut Haza.
Untuk mempermudah proses penyidikan, ES selanjutnya dilakukan penahanan. Dia juga dititipkan di Lapas Tembilahan.
"Iya, tersangka ES dilakukan penahanan," pungkas Haza Putra.
Dari informasi yang dihimpun, dugaan rasuah yang diusut adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam Pembangunan Puskesmas Pulau Burung pada Dinas Kesehatan Kabupaten Inhil TA 2019.
Adapun anggarannya sebesar Rp5.232.000.000 yang bersumber Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Inhil.
Terdapat kekurangan volume pekerjaan dari pembangunan proyek tersebut, atau tidak sesuai dengan kontrak yang ada. Diduga adanya mark up dalam kegiatan tersebut, dimana hal tersebut melanggar dan bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Atas hal itu, disinyalir timbul kerugian keuangan negara sebesar Rp476.818.201,79. Angka tersebut didapat berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.