Perpanjangan Izin HGU PT Adimulia Agrolestari, BPN Riau Disebut Terima Rp1,2 M
RIAUMANDIRI.CO - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau itu disebut mendapat uang senilai Rp1,2 miliar.
Uang dalam bentuk pecahan dolar Singapura itu diberikan pihak PT Adimulia Agrolestari terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha perusahaan tersebut.
Hal itu disampaikan Sudarso kala menjadi saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa Andi Putra, Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif.
Mantan General Manager PT AA itu hadir langsung di dalam ruang sidang Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (7/6) kemarin.
Sudarso sendiri diketahui juga menjadi pesakitan dalam perkara ini dan telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim.
Saat memberikan keterangan, Sudarso kembali menyebutkan, Kepala Kanwil BPN Riau, M Syahrir turut menerima uang dari perusahaan sebesar Rp1,2 miliar. Pernyataan itu keluar dari mulutnya ketika menerangkan perihal aliran uang dari PT AA.
Sudarso juga menyebut M Syahril memiliki peran terkait pengurusan perpanjangan izin HGU PT AA di Kuansing. BPN Riau menggelar ekspos pra pengurusan izin, dan juga menyampaikan usulan bahwa perusahaan harus mendapat rekom dari Bupati Kuansing.
Kepada Sudarso, JPU KPK melayangkan pertanyaan apakah pernah bertemu dengan M Syahrir sebelum penyerahan uang tersebut. Dia mengaku, pernah beberapa kali berjumpa dengan Kakanwil BPN Riau tersebut.
Sudarso juga mengakui, bahwa perusahaannya di tempatnya berkerja ada menyerahkan sejumlah uang kepada Syahrir atas permintaan yang bersangkutan.
"Rp1,2 miliar kalau gak salah dalam mata uang dollar Singapura. Itu atas permintaan Syahrir," sebut Sudarso di hadapan majelis hakim yang diketuai Dahlan.
Uang Rp1,2 miliar tersebut ternyata hanya baru sebagian dari nominal yang diminta oleh Syahrir. Sudarso sendiri tak begitu ingat, pada pertemuan ke berapa uang diserahkan. Ia menegaskan, semua sudah diterangkannya secara gamblang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dijelaskan Sudarso, sebenarnya Komisaris PT AA, Frank Wijaya, sempat tak setuju terkait pemberian uang itu. Meskipun ujung-ujungnya, uang tetap saja diberikan.
"Sempat komplain tapi dia (Frank Wijaya, red) kemudian minta koordinasi dengan Syahlevi (Kepala Kantor PT AA, red). Uang saya serahkan langsung ke rumah pribadi (Syahrir). Sendirian,'' terang Sudarso.
JPU kembali memastikan, apakah Sudarso mendapat tekanan atau tidak dalam memberikan keterangan kepada penyidik. JPU menilai, sejauh ini keterangan Sudarso konsisten.
"Keterangan Sudarso konsisten, karena sudah pernah diperiksa, menjalani sidang, sudah divonis dan putusannya juga sudah berkekuatan hukum,'' sebut JPU.
Dalam perkara ini, Andi Putra didakwa dengan dakwaan, Kesatu: Pasal 12 huruf a UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Atau Kedua: Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dugaan suap dari PT AA lewat General Managernya, Sudarso kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra, terjadi sekitar medio September-Oktober 2021 lalu. Berawal ketika itu, izin HGU kebun sawit PT AA akan berakhir tahun 2024 mendatang.
Ada tiga sertifikat PT AA yang akan berakhir. Tiga sertifikat itu berada di Desa Sukamaju Kecamatan Singingi Hilir. Frank Wijaya selaku Komisaris PT AA sekaligus pemilik (beneficial owner) meminta Sudarso untuk mengurus perpanjangannya. Atas permintaan tersebut, kemudian Sudarso memulai proses pengurusan perpanjangan Sertifikat HGU PT AA.
Sudarso yang sudah lama mengenal Andi Putra sejak masih menjadi anggota DPRD Kabupaten Kuantan Singingi, lalu melakukan pendekatan. Dari pertemuan antara terdakwa dengan Andi Putra, disepakati Bupati Kuansing itu akan menerbitkan surat rekomendasi persetujuan.
Namun syaratnya, PT AA diminta memberikan uang kepada Andi Putra. Atas laporan Sudarso tersebut, Frank Wijaya menyetujui untuk memberikan uang kepada Andi Putra agar surat rekomendasi dapat segera keluar.
Masih dalam bulan September 2021, Andi Putra meminta uang kepada Sudarso sebesar Rp1,5 miliar, dalam rangka pengurusan surat rekomendasi persetujuan tentang penempatan lokasi kebun kemitraan/plasma di Kabupaten Kampar. Atas permintaan Andi itu, Sudarso melaporkan kepada Frank Wijaya.
Kemudian Frank Wijaya menyetujui dan menyepakati untuk memberikan uang secara bertahap. Saat itu Frank menyetujui untuk memberikan uang sebesar Rp500 juta.
Selanjutnya, pada tanggal 27 September 2021 Sudarso meminta Syahlevi Andra membawa uang Rp500 juta yang telah disiapkan ke rumahnya di Jalan Kartama Gang Nurmalis Nomor 2 RT 002 / RW 021 Kelurahan Maharatu, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru. Sudarso melalui Syahlevi memberikan uang tersebut kepada Andi Putra melalui supirnya Deli Iswanto.
Lalu, pada tanggal 18 Oktober 2021, Sudarso meminta Syahlevi selaku kepala kantor PT Adimulia Agrolestari untuk mencairkan uang sebesar Rp250 juta sebagaimana permintaan Andi Putra. Ketika itu, Andi Putra meminta Sudarso mengantarkan uang itu ke rumahnya di Jalan Sisingamangaraja Nomor 9 Kuantan Tengah, Kuansing.
Sudarso bersama Paino dan Yuda Andika berangkat menuju ke rumah Andi Putra, dengan menggunakan mobil Toyota Hilux warna putih dengan Nopol BK 8900 AAL. Namun setelah pertemuan dengan Andi Putra itu, Sudarso ditangkap oleh tim KPK.
Karena Sudarso diamankan oleh tim KPK, selanjutnya Frank Wijaya memerintahkan Syahlevi untuk menyetorkan kembali uang untuk Andi Putra sebesar Rp250 juta itu, ke rekening PT AA.(Dod)