RIAUMANDIRI.CO - Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar pemilihan penjabat kepala daerah dilakukan secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik. Karena partisipasi publik akan memperkuat legitimasi penjabat kepala daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman sependapatkan dengan dengan Puan.
Armand menegaskan, partisipasi publik tidak dimaksudkan sebagai pemilihan oleh publik, tetapi publik bisa memberikan penilaian dan masukan terkait calon penjabat kepala daerah.
"Partisipasi dalam arti, publik tidak ikut memilih tetapi yang kita maksudkan adalah memberikan catatan, masukan atas calon-calon yang disiapkan oleh Kemendagri untuk penjabat gubernur dan untuk penjabat bupati atau wali kota yang disiapkan gubernur," kata Armand Suparman, Rabu (11/5/2022).
Catatan dan masukan publik itu, tutur Armand, diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menentukan figur penjabat. Selain itu, partisipasi publik juga akan memperkuat legitimasi terhadap para penjabat.
"Dengan catatan publik itu, pemerintah juga bisa memberikan atensi terhadap catatan-catatan itu, sehingga yang kita harapkan sebenarnya ketika ada catatan terkait dengan legitimasi para penjabat ini oleh beberapa pihak/pakar, tentu dengan partisipasi itu kita bisa mengisi ruang kosong itu," katanya.
Pentingnya partisipasi publik dalam pemilihan penjabat kepala daerah kata dia, para penjabat itu akan menghadapi beberapa tantangan dalam melaksanakan tugasnya, mulai dari merespons kebijakan pemerintah pusat dan pemulihan usai pandemi.
"Kemudian yang kita butuhkan adalah penjabat kepala daerah yang kompeten, berkapasitas dan berintegritas," ujar Armand.
Gelombang pertama penjabat kepala daerah akan mulai bertugas pada pertengahan Mei 2022 dengan jumlah 101 untuk memimpin di 5 provinsi, 6 kota, dan 3 kabupaten. Sementara itu pada 2023, ada 171 penjabat kepala daerah yang akan bertugas.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah agar transparan dalam memilih penjabat kepala daerah. Puan juga mendorong proses seleksi melibatkan partisipasi publik. Hal ini disampaikan Puan merespons 101 daerah yang akan diisi oleh penjabat kepala daerah pada 2022.
“Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut.
Blokade Politik
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia (UI) Eko Prasojo mengatakan, pemerintah perlu mengajak anggota dewan untuk memilih calon kepala daerah.
“Sebaiknya minta pertimbangan DPRD, dan itu tadi memberikan masukan kepada Kemendagri mengenai profil yang bisa diusulkan,” kata Eko.
Nantinya penjabat gubernur akan bekerjasama dengan DPRD. Jika mereka tidak saling kenal, tidak kompak, misalnya soal penganggaran akan terhambat. “Takut terjadi blokade politik, jadi anggaran tidak disetujui oleh DPRD,” sebut Eko.
Dikatakan Eko, transparansi dan partisipasi publik bisa dilakukan jika pemerintah memiliki standar kriteria dan proses yang jelas.
“Jadi memang ada baiknya, Kemendagri membuat standar kriteria dan juga proses dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Sebagaimana yang diputuskan MK agar Kemendagri membuat petunjuk pelaksanaan secara teknik,” kata Eko.
Dia mencontohkan proses seleksi terbuka dimana ada pansel, ada proses asesmen, wawancara, penulisan makalah, track record dan uji publik. (*)