RIAUMANDIRI.CO - Jadwal operasional proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kembali molor menjadi pertengahan tahun 2023. Sebelumnya telah mengalami beberapa kali kemunduran, mulai tahun 2019 kemudian menjadi tahun 2021, lalu menjadi tahun 2022 dan terakhir menjadi tahun 2023.
Selain jadwal yang mundur, proyek kereta cepat ini juga mengalami pembengkakan biaya, dimana semula diperkirakan akan menelan biaya sekitar Rp84,9 triliun sekarang diprediksi membengkak sekitar 27% atau Rp24 triliun menjadi sekitar Rp 108,9 triliun.
Beberapa kendala yang menyebabkan kemunduran jadwal dan pembengkakan biaya ini diantaranya adalah biaya pengadaan lahan yang memakan porsi cukup besar, persoalan geologis pada saat pembuatan tunnel dan biaya penggunaan frekuensi GSM-R untuk komunikasi kereta cepat serta beberapa masalah lainnya.
"Fraksi PKS melihat semua persoalan ini disebabkan karena kurang matangnya perencanaan yang dibuat akibat adanya unsur ketergesaan pada awal membuat keputusan tentang proyek kereta cepat ini," kata anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama, Selasa (26/4/2022).
Hal tersebut menururut dia, dapat dipengaruhi oleh filosofi Presiden Jokowi sendiri yaitu kerja, kerja, kerja sehingga proses perencanaan yang tidak terlihat secara kasat mata sebagai suatu bagian dari kerja menjadi sedikit terabaikan.
"Kurang baiknya perencanaan ini terlihat dari belum masuknya penggunaan frekuensi GSM-R ke dalam anggaran awal serta adanya masalah geologis yang tidak terprediksi secara akurat membuktikan kurangnya pemetaan yang dilakukan," katanya.
Sebagai akibat dari terjadinya kemunduran jadwal dan pembengkakan biaya pembangunan kereta cepat ini muncul masalah permodalan, dimana kondisi keuangan dari BUMN saat ini juga belum begitu bagus akibat banyaknya penugasan dan adanya pandemi Covid19.
Sehingga pemerintah terpaksa mengucurkan dana PMN dari APBN kepada PT.KAI sebesar Rp6,9 triliun pada Desember 2021 yang sebagian dananya digunakan untuk pembiayaan proyek kereta cepat tersebut.
"Pada awal proyek ini bergulir, pemerintah telah menjanjikan bahwa proyek ini tidak akan menggunakan APBN. Karena adanya penggunaan APBN, maka FPKS meminta pemerintah melalui BPKP segera menuntaskan audit terhadap proyek kereta cepat ini. Agar segera terungkap mengapa terjadi pembengkakan biaya hingga mencapai sekitar 27% dari rencana awal. Terutama pada biaya pengadaan lahan perlu ditelusuri apakah ada mafia tanah yang terlibat didalamnya," kata anggota DPR dari NTB itu.
Kemudian terkait masalah teknis juga perlu didalami, sejauh mana tingkat keakuratan dari perencanaan yang dibuat. Perlu ditelusuri juga apakah ada unsur kesengajaan agar terlihat lebih murah dari penawaran Jepang, sehingga tidak memasukkan beberapa komponen biaya seperti penggunaan frekuensi GSM-R. Semua hal ini diharapkan segera terungkap dari audit yang sedang dilakukan. (*)