RIAUMANDIRI.CO - Sidang dugaan penyerangan dan pengerusakan rumah dinas karyawan PT Langgam Harmuni dengan yang menyeret Dr Anthony Hamzah kembali digelar Pengadilan Negeri Bangkinang, Kamis (21/4) malam.
Sidang yang dipimpin langsung oleh Hakim Ketua Dedi Kuswara itu beragendakan mendengarkan keterangan saksi korban.
Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 6 orang saksi, dengan 3 diantaranya yakni korban sekaligus karyawan PT Langgam Harmuni. Mereka adalah Basken Robert Manalu, Gindo Sianturi, dan Aprinaldi Simamora.
Turut dimintai keterangan juga General Manager (GM) PT Langgam Harmuni, Karealitas Zagoto (Karel), Ali Hutman warga Desa Pangkalan Baru dan Bajesohi yang merupakan jurnalis.
Dalam keterangannya, Karel mengatakan dirinya sudah beberapa kali dimintai keterangan oleh pihak kepolisian terkait kasus yang disebutnya terjadi pada 15 Oktober 2020 lalu.
Menjawab pertanyaan majelis hakim, pria yang hadir dengan kemeja biru tersebut mengatakan saat kejadian dirinya memang belum berada di lokasi. Ia mendapat informasi ada kejadian itu dari Basken Robert melalui sambungan telepon.
"Kejadian itu sekitar pukul 18.00 wib. Saya tiba di lokasi sekitar pukul 19.00 wib," ujarnya.
Saat datang ke lokasi dia melihat portal pintu masuk kebun sudah dirusak massa yang diperkirakan mencapai 400 orang. Dia juga melihat massa yang melakukan penyerangan itu sudah bringas bahkan membuat para korban berhamburan menyelamatkan diri. Sementara penerangan di rumah dinas tersebut juga dipadamkan massa yang diduga bayaran.
"Karena kondisi yang tidak kondusif akhirnya saya diarahkan untuk pulang. Kemudian saya lapor ke Polsek Siak Hulu. Sementara lantaran massa terlalu banyak diarahkan untuk melaporkan kejadian itu ke Polres Kampar," kata Karel.
Hakim Ketua, Dedy Kuswara menanyakan kepada Karel, apakah kenal dengan para pelaku. Dia pun menjawab tidak bisa melihat dengan jelas lantaran kondisi yang gelap gulita. Namun ia mengaku diberi informasi oleh Basken bahwa terdapat pelaku yang menggunakan baju bertuliskan Kopsa-M.
"Selain itu saya juga mendapatkan informasi bahwa massa tersebut mendapat kuasa dari Anthony Hamzah yang merupakan ketua Kopsa-M saat itu," bebernya.
Sejatinya Karel menjelaskan tidak ada hubungan kerjasama antara Kopsa-M dan PT Langgam Harmuni. Hanya saja lokasi kebun yang berdekatan. Bahkan bersempadan.
Karel mengaku pernah berjumpa dengan Anthony Hamzah beberapa tahun sebelum kejadian itu terjadi. Saat itu Terdakwa meminta Yusri Erwin yang kala itu menjabat sebagai wakil ketua kopsa-M agar dihubungkan dengan PT. Langgam Harmuni untuk silatturahmi. Akhirnya Karel bertemu degan Anthony Hamzah di cafe Bistro di Pekanbaru.
"Pada pertemuan itu terdakwa membicarakan tentang pembangunan kebun PT Langgam Harmuni yang menggunakan dana dari Kopsa-M sebanyak Rp13 miliar. Saya terkejut karena kebun Langgam Harmuni sudah dilengkapi dengan surat-surat yang lengkap yakni 76 SHM dan 123 SKT. Lalu saya bilang apa yang disampaikan Anthoni itu tidak benar," paparnya.
Pembicaraan itu dianggap Karel bukanlah persoalan penting. Karena menurutnya tidak masuk akal.
Selanjutnya pada 13 Januari 2018 terjadi pertemuan kedua di Koki Sunda atas permintaan Terdakwa melalui Yusri Erwin. Sebelum pertemuan itu Karel dihubungi oleh Yusri Erwin yang kini menjabat sebagai kepala Desa Pangkalan Baru.
"Pertemuan kedua terdakwa kembali meminta uang sebanyak Rp 40 miliar agar PT. Langgam Harmuni tidak diganggu lagi. Uang itu katanya untuk kita bagi-bagi termasuk untuk pemberian sagu hati kepada petani. Saya kemudian merasa tidak senang lantaran membicarakan permintaan uang yang tidak logis. Kemudian kita membubarkan diri," paparnya.
Tidak lama dari pertemuan itu Yusri Erwin justru mengundurkan diri dari wakil ketua Kopsa-M. Pertemuan itu, Karel menduga ada hubungannya dengan perusakan dan penyerangan rumah dinas karyawan tersebut.
Akibat tindakan itu, PT Langgam Harmuni merasa dirugikan hingga di atas Rp100 juta. Sedangkan karyawan mencapai Rp400 juta.
Sementara Basken Robert Manalu yang menjadi korban dalam kasus tersebut di hadapan Majelis Hakim mengatakan ratusan massa itu datang dipimpin oleh Hendra Sakti. "Saat memperkenalkan diri, dia (Hendra Sakti) mengaku utusan dari ketua koperasi. Tapi kita gak pernah lihat surat kuasa itu," bebernya.
Kata Basken, awalnya Hendra Sakti ramah. Namun setelah ditanya ada apa dia langsung marah dan menyuruh Basken jangan terlalu banyak tanya.
Setelah itu ratusan massa turun dari 9 bus yang datang saat menjelang Maghrib itu. Basken menjadi orang yang dicari lantaran ia adalah penanggung jawab kebun atau lebih dikenal dengan mandor. Setelah itu massa langsung mengelilingi perumahan tersebut. Tentu hal ini membuat seluruh penghuni takut.
Setelah itu Basken dan para karyawan lainnya hanya diberi waktu 15 menit untuk mengosongkan rumah yang ditempati tersebut.
"Selain itu ia juga minta kunci seluruh rumah diserahkan padanya. Hendra sakti juga sempat bilang "kau gak usah takut kalau ada barang yang hilang aku yang tanggung jawab," ujar Basken menirukan.
Namun saat kericuhan itu terjadi, Basken sempat melihat salah satu massa memakai baju Kopsa-M. Hal ini memperkuat dugaan bahwa benar massa adalah utusan dari Anthony Hamzah.
Namun sebelum mengosongkan rumah tersebut, Baskem diberi kesempatan untuk menghubungi pimpinannya. Akhirnya ia menghubungi salah satu pimpinannya. Namun belum selesai menceritakan hal yang terjadi, Hendra Sakti kembali memerintahkan anggotanya mematikan lampu.
"Saya langsung berlari menjemput istri dan anak saya. Akhirnya malam itu kami mengungsi ke balai desa Pangkalan Baru," ujarnya.
Keesokan harinya bersama petugas Polres Kampar, pihaknya kemudian kembali ke rumah tersebut. Alangkah terkejutnya rumah tersebut sudah porak poranda. Bahkan tidak sedikit harta benda para karyawan dijarah oleh para pelaku.
"Saya kelihangan harta benda saya. Saya perkirakan ada Rp157 juta. Perhiasan, dan barang-barang saya habis dijarah," katanya.
Dia tidak mengetahui penyebab penyerangan itu terjadi. Bahkan sejak bekerja tahun 2009 baru pertama kali kejadian itu terjadi. "Mengerikan, saya sampai sulit menceritakannya. Sampai saat ini anak-anak kami trauma. Bahkan hanya sekedar melihat bus saja mereka langsung ketakutan. Meski memang saat ini kita sudah mulai bekerja seperti biasa," tuturnya.
Menanggapi kesaksian dari GM PT Langgam Harmuni, Anthony Hamzah yang mengikuti persidangan dari Tahanan Polres Kampar menolak kesaksian para saksi. Seperti surat menyurat yang dimiliki oleh PT Langgam Harmuni atas nama anggota koperasi.
"Massa yang menggunakan baju Kopsa-M itu tidak benar. Karena koperasi tidak pernah memiliki seragam," ujarnya.
Ia juga membantah meminta uang sebanyak Rp13 miliar dan Rp40 miliar saat bertemu dengan saksi. "Saya tidak pernah meminta uang sebesar Rp13 miliar dan Rp40 miliar," tandasnya (tim)