RIAUMANDIRI.CO - Lockdown di kota Shanghai, China, berujung pada krisis makanan dan membuat harga kebutuhan pokok naik drastis.
Dikutip dari Kompas.com, warga bernama Frank Tsai yang tinggal di apartemennya di Puxi, bagian barat Shanghai, menimbun makanan selama empat hari seperti yang awalnya diperintahkan oleh pihak berwenang.
Namun, tujuh hari kemudian persediannya semakin menipis.
"Saya memikirkan makanan saya dan asupan makanan saya lebih dari yang pernah saya miliki dalam hidup," kata Tsai yang bisnisnya menyelenggarakan kuliah umum selama waktu normal.
Tak hanya itu, beberapa penduduk terpaksa barter atau membayar lebih untuk makanan saat Lockdown berlangsung
Ironisnya, seorang penduduk Shanghai bermarga Ma mengatakan, dia membayar 400 yuan (Rp 900.000) hanya untuk sekardus mie instan dan soda.
"Saya hanya mencobanya untuk persediaan," katanya. "Saya tidak yakin berapa lama ini akan berlanjut."
Sebagian besar dari 25 juta penduduk Shanghai berada di bawah perintah ketat tinggal di rumah, dan mereka marah karena kekurangan makanan serta takut dinyatakan positif Covid yang akan menempatkan mereka di pusat karantina raksasa.
"Tidak ada percakapan yang dipaksakan... semua orang diam dan menghormati jarak dan privasi satu sama lain," kata warga lain bernama Romeo kepada AFP.
Pada malam hari, jam kerja sosial tetap berlangsung, katanya.
Untuk pekerja lain di Shanghai, privasi sangat terbatas. Video media sosial menunjukkan staf tidur di ranjang di pabrik-pabrik tutup yang mencoba untuk terus memproduksi barang-barang mereka.