RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai arah kebijakan negara di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo semakin liberal. Secara perlahan tapi pasti harga barang diserahkan pada mekanisme pasar.
Dia mencontohkan dalam penetapan harga bahan bakar minyak (BBM), pemerintah sangat pragmatis. Setelah Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, kini Menko Perekonomian Erlangga Hartarto yang mewacanakan kenaikan harga Pertalite.
Pemerintah harusnya mengkaji dengan cermat, seksama dan komperehensif. Bukan hanya dari aspek keekonomian belaka namun juga kondisi sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat.
"Kalau ini terjadi masyarakat bisa kolaps. Berarti negara tidak hadir. Ini adalah gaya ekonomi liberalis. Bukan ekonomi Pancasila yang memihak wong cilik," tegas Mulyanto kepada media ini, Rabu (6/4/2022).
Mulyanto mengingatkan, saat ini masyarakat dalam kondisi yang sangat berat. Pandemi Covid-19 belum berakhir, ekonomi masyarakat belum pulih, daya beli mereka masih rendah, barang-barang kebutuhan pokok mereka seperti minyak goreng, gula, daging sapi, kedelai tengah tinggi.
Sementara Pertalite adalah BBM yang sekitar 78 persen digunakan masyarakat secara luas. Maka dapat diperkirakan kenaikan harga Pertalite akan diikuti dengan kenaikan harga transportasi dan kenaikan barang-barang lainnya yang memicu inflasi.
Pemerintah seharusnya hadir sebagai shock breaker (peredam) berbagai kejutan ekonomi-politik dari luar negeri maupun dalam negeri, agar kondisi masyarakat aman dan stabil.
"Tidak boleh semua market shock tersebut langsung dilepas dan dialirkan ke masyarakat, dengan menaikan harga-harga barang pokok masyarakat secara semena-mena," kata Mulyanto.
Sementara para pengusaha oligarki menikmati durian runtuh dari ekspor, karena harga CPO, batu bara, tembaga, nikel dan lainnya. Bahkan hitungan kasarnya, penerimaan negara dari ekspor komoditas ini jauh melebihi defisit transaksi berjalan dari sektor migas Indonesia, sebagai negara net importer migas.
"BBM jenis Pertalite ini kan baru saja semingguan diumumkan sebagai JBKP (jenis BBM khusus penugasan). Artinya, Pertamina ditugaskan negara untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM jenis ini sesuai dengan harga, kuota dan wilayah penugasan yang ditetapkan. Selisih antara harga keekonomian dengan harga jualnya akan diganti oleh pemerintah dengan mekanisme dana kompensasi," jelasnya.
Karena itu kata Mulyanto, PKS menolak wacana yang memberatkan rakyat kecil seperti ini. Negara harus hadir menyeimbangkan harga-harga barang dengan kemampuan keuangan negara dari pendapatan dalam negeri dan luar negeri yang memihak rakyat kecil.
"Masak kita kalah dengan negara tetangga Malaysia, yang harga BBM-nya lebih murah dan memihak rakyat kecilnya. Kenapa juga kita masih melindungi oligarki dengan tidak menaikan pajak ekspor komoditas yang sedang booming secara progresif sesuai harga internasional?" tukasnya.